Entri Populer

Kamis, 23 Februari 2012

Inventarisasi Jenis Mamalia di Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB), Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Inventarisasi Jenis Mamalia di Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB), Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Nurhayati, Fajarani Fitriasih, Feny Aulia, Intan Komalasari
KSP Macaca UNJ

Abstrak
Mamalia merupakan hewan yang memiliki peranan ekologis yang penting bagi keseimbangan lingkungan. Salah satu kawasan konservasi yang memiliki keanekaragaman fauna yang tinggi adalah kawasan hutan PPKAB. Namun data dan publikasi penelitian yang ada sangat mini. Penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 8-10 juli 2010 ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis mamalia yang terdapat di PPKAB. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik purposive sampling. Dari hasil pengamatan diperoleh data jenis-jenis mamalia yang terdapat di PPKAB, TNGP yaitu cecadu pisang besar (Macroglossus sobrinus), Tupai (Tupaia javanica), Musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus), Owa jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata), Lutung budeng (Tracypithecus auratus), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), Jelarang (Ratufa sp.), bajing (Callosciurus nigrevitatus), maca (Panthera sp.), kucing hutab dari suku Felidae, Babi hutan (Sus scrofa), dan pelanduk kancil Tragulus javanicus. 

Kata kunci: deskriptif, jenis, mamalia, PPKAB


Pendahuluan
            Mamalia merupakan salah satu kelas dalam kerajaan animalia yang memiliki beberapa keistimewaan baik dalam hal fisiologi maupun dalam susunan saraf dan tingkat intelegensianya. Mamalia dari kata mammillae artinya kelenjar susu, hanya satwa dari kelas ini yang memiliki kelenjar susu. Ciri lain mamalia yaitu terdapatnya rambut (hair) pada kulitnya (Vaughan, 1978 dalam Amri Muhammad Saadudin dkk, 2009).
Dalam ekologi, peranan hewan-hewan mamalia sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Mulai dari herbivora, karnivora, omnivora, hingga tingkatan top predator banyak diduduki oleh hewan-hewan dari kelas mamalia. Menurut Ibnu Maryanto dkk (2008), jumlah jenis mamalia Indonesia ada sekitar 704 jenis dan 131 marga atau 18,5% mamalia yang telah dilindungi berdasarkan peraturan yang ada.
 Monitoring maupun penelitian mengenai mamalia dengan menggunakan tanda-tanda dari keberadaan mamalia merupakan informasi penting untuk mengetahui keberadaan satwa liar tersebut. Oleh karena itu, penelitian mengenai jenis-jenis mamalia perlu dilakukan untuk mengungkap fakta-fakta tentang jenis-jenis mamalia yang terdapat pada suatu kawasan tertentu.
Pusat Pendidikan Konservasi Alam  Bodogol (PPKAB) yang terletak di kawasan hutan lereng Gunung Pangrango merupakan salah satu kawasan konservasi yang dijadikan ekowisata dalam program pendidikan konservasi dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). PPKAB merupakan hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman mamalia yang cukup tinggi. Namun publikasi mengenai jenis-jenis mamalia di kawasan tesebut masih sangat minim. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah melakukan inventarisasi mamalia untuk mendapatkan data terbaru mengenai jenis-jenis mamalia di PPKAB.

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PPKAB pada tanggal 8-10 Juli 2010. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis, buku catatan, jaring kabut (mistnet), senter, gunting, tali rapia, gypsum, garam, air, gelas plastik, kamera digital.
 Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik purposive sampling. Jalur yang digunakan yaitu jalur Cipadaranteun dan jalur Afrika karena memiliki kerapatan yang cukup dan terdapat sumber air. Data yang diambil adalah perjumpaan langsung terhadap hewan-hewan mamalia yang ditemui di jalur, penemuan tapak kaki, bekas cakaran, feses atau kotoran, suara, bekas sarang, dan bekas pakan. Analisis data dipaparkan secara deskriptif.
Tahapan cara kerja yang dilakukan yaitu:
·         Untuk mamalia terbang contohnya kelelawar digunakan teknik jaring kabut (mist net) pada tanggal 8 dan 9 Juli 2010. Pemasangan mist net pada tiga titik lokasi yaitu pintu gerbang PPKAB, jalur menuju cikaweni dan jalur menuju cipadaranteun yang dilakukan pada pukul 17.00-06.00 WIB dengan ketinggian antara 1-3 meter dari atas tanah, tergantung pada tipe kerapatan pohon.
·         Untuk mamalia lainnya dilakukan pengamatan dari jam 08.00-15.00 WIB dengan menulusi jalur dan melacak setiap jejak yang ditemukan, seperti tapak kaki, feses atau kotoran, bekas cakaran, suara, bekas sarang, bekas pakan maupun perjumpaan langsung.

Hasil dan Pembahasan
            Dari hasil pengamatan selama tiga hari diperoleh sebanyak 13 jenis mamalia dari 9 suku yang ada di hutan PPKAB seperti yang tertera di Tabel 1.


Tabel 1. Nama jenis mamalia yang dijumpai di hutan PPKAB, TNGP.
No
Nama Ilmiah
Suku / Familia
Nama Lokal
Bentuk Temuan
1
Macroglossus sobrinus
Pteripodidae
Cecadu Pisang Besar
Temu langsung
2
Tupaia javanica
Tupaiidae
Tupai
Temu langsung
3
Paradoxurus hermaphroditus
Viverridae
Musang luwak
Temu langsung, feses,
4
Hylobates moloch
Hylobatidae
Owa jawa
Temu langsung, suara, feses, bekas pakan
5
Presbytis comata
Cercopithecidae
Suril, rekrekan
Temu langsung
6
Trachypithecus auratus
Cercopithecidae
Lutung budeng
Temu langsung
7
Macaca fascicularis
Cercopithecidae
Monyet ekor panjang
Suara
8
Ratufa sp.
Sciuridae
Jelarang
Temu langsung
9
Callosciurus nigrevitatus
Sciuridae
Bajing hutan
Temu langsung
10
Panthera sp.
Felidae
Macan
Tapak, cakaran
11
Felidae
Felidae
Kucing hutan
Cakaran di pohon
12
Sus scrofa
Suidae
Babi
Tapak, bekas sarang
13
Tragulus javanicus
Tragulidae
Pelanduk kancil
Tapak


  1. Macroglossus sobrinus
Macroglossus sobrinus ditemukan pada lokasi pemasangan mist net di pintu gerbang PPKAB. Jenis ini dicirikan dengan moncong yang panjang dan ramping, lidah yang sangat panjang hingga dua kali panjang moncongnya dan rambut tubuh berwarna coklat. M. sobrinus termasuk kelelawar dari sub ordo Microchiroptera, suku Pteripodidae dengan nama lokal Cecadu Pisang Besar.
M. sobrinus yang ditemukan masih dalam keadaan hidup sebanyak 5 individu. M. sobrinus memiliki distribusi yang luas dan populasi yang besar, selain itu juga memiliki status konservasi Resiko rendah sehingga kelelawar jenis ini mudah dijumpai.
  1. Tupaia javanica
Tupaia javanica atau tupai ditemukan dengan perjumpaan langsung di jalur cipadaranteun maupun jalur afrika. Tupai memiliki ukuran tubuh yang kecil dengan warna rambut coklat. Jenis dari suku Tupaiidae ini ditemukan pada siang hari sedang berjalan di tajuk pepohonan.
  1. Paradoxurus hermaphroditus.
Jenis ini ditemukan secara perjumpaan langsung di jalan menuju afrika pada malam hari sekitar pukul 21.00 WIB dengan aktivitas sedang berjalan sambil mencari makan. Selain dijumpai langsung, feses dari hewan ini juga banyak ditemui di sepanjang jalur pengamatan. Ciri hewan ini yaitu tubuh berwarna coklat abu-abu tua dengan wajah, kaki, dan ekor berwarna hitam dan terdapat garis-garis yang tidak jelas disepanjang punggungnya.
Meskipun termasuk ke dalam hewan Carnivora yang umumnya termasuk golongan hewan pemakan daging, musang luwak dari suku Viverridae ini merupakan pemakan buah dan sedikit tambahan memakan binatang kecil juga. Buah yang dimakan adalah buah matang yang kemudian dicerna kulitnya dalam lambung sedangkan bijinya yang tidak dapat dicerna dikeluarkan melalui fesesnya. Oleh karena itu, indikasi dari feses hewan ini adalah biji-biji yang tidak tercerna tersebut. Contoh makanannya yaitu buah afrika.
  1. Hylobates moloch
Owa jawa merupakan primata endemik di pulau Jawa. Jenis ini sangat mudah ditemui di PPKAB, mulai dari perjumpaan langsung, bekas feses, bekas pakan maupun suara. Owa jawa memiliki kantung suara yang merupakan ciri khas dari Hylobatidae dan aktif bersuara pada pagi hari hingga menjelang siang.
Ciri dari owa jawa adalah warna tubuhnya yang abu-abu dan tidak adanya ekor. Saat pengamatan dijumpai owa jawa yang sedang berayun dari satu dahan ke dahan yang lain atau yang disebut dengan branchiasi. Pakan dari owa jawa adalah berupa buah-buahan contohnya buah afrika yang banyak terdapat di hutan Bodogol.
Owa jawa tidak memakan habis buah afrika namun hanya memakan bagian kulitnya saja. Bekas buah afrika yang sudah makannya banyak ditemukan di lantai hutan. Oleh karena itu, owa jawa merupakan penyebar biji yang baik dan membantu kesinambungan tumbuhan di alam.
Berdasarkan CITES status konservasi owa jawa masuk ke Appendix I dan termasuk critically berdasarkan IUCN.
  1. Presbytis comata
Surili atau rekrekan ditemukan di jalur cipadaranteun. Surili memiliki ekor yang panjang hingga dua kali panjang tubuhnya, sama halnya dengan ciri jenis suku Cercopithecidae lainnya. Warna tubuh abu-abu dari bagian dagu hingga bagian dada dan bagian dalam lengannya. Surili memiliki jambul berwarna hitam di kepala dan pipi berwarna hitam. Pergerakan surili cukup cepat sehingga sulit untuk teramati aktivitasnya.
Berdasarkan CITES status konservasi surili masuk ke Appendix II dan termasuk endangerer berdasarkan IUCN yang artinya spesies ini terancam punah.
  1. Trachypithecus auratus
Primata ini memiliki warna hitam pada rambut tubuhnya dengan ekor yang panjang. Lutung budeng ditemukan di jalur Cipadaranteun sebanyak satu ekor. Berdasarkan CITES status konservasi lutung budeng adalah Appendix II dan termasuk endangerer berdasarkan IUCN yang artinya spesies ini terancam punah.
Kepekaan yang sangat tinggi dari satwa liar di lapangan menyebabkan sulitnya perjumpaan langsung dengan mereka dan maraknya perburuan serta penjualan satwa liar secara ilegal menyebabkan jumlah satwa liar di alam menjadi semakin menurun.
  1. Macaca fascicularis
Macaca fascicularis atau monyet ekor panjang pada pengamatan ini tidak ditemukan secara perjumpaan langsung melainkan hanya terdengar suaranya saja. Suara Macaca fascicularis terdengar di jalur afrika. Dari data penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa jenis monyet ekor panjang banyak ditemui di perbatasan hutan dengan ladang penduduk sekitar, namun pada pengamatan kali ini tidak dijumpai.
Umumnya Macaca fascicularis dijumpai dalam ukuran kelompok yang cukup besar. Jenis ini mampu beradaptasi dengan cepat terhadap lingkungannya.
  1. Ratufa sp. dan Callosciurus nigrevitatus
 Kedua jenis dari suku Sciuridae ini ditemukan di jalur Cipadaranteun, tetapi bajing atau Callosciurus nigrevitatus juga ditemukan di jalur afrika. Keduanya bersifat diurnal dan biasanya terlihat sedang aktif berjalan di tajuk pepohonan. Pertemuan dengan keduanya tidak sebanyak petemuan dengan tupai, hal tersebut dikarenakan pergerakan mereka yang cepat dan berusaha untuk menjauh.
  1. Suku Felidae
Bekas tapak kaki mamalia banyak ditemukan di lantai hutan berlantai basah, lantai hutan yang tidak banyak ditutupi serasah, dan di pinggiran sungai. Identifikasi tapak dilakukan dengan mencocokan hasil foto dengan data di buku referesi dan membuat cetakan tapak (Harahap, 2009). Tapak kaki macan (Panthera sp.) banyak ditemukan di sepanjang aliran air di jalur afrika dan juga di lantai hutan jalur cipadaranteun. Tapak macan berbentuk  bulat besar berjumlah empat jari dengan satu bulatan yang lebih besar ditengah. Keberadaan tapak kaki menandakan bahwa jalur itu merupakan area teritorial dari macan.
Selain ditemukannya tapak kaki, juga ditemukannya 2 macam tanda goresan cakar hewan  dari suku Felidae di pohon. Tanda ini bertujuan untuk menandai daerah wilayah jelajah hingga daerah territorial. Salah satu dari bekas cakaran tersebut merypakan tanda goresan cakar dari macan (Panthera sp.) memiliki karakter berukuran besar dengan goresan lebih dalam dan jangkauan cakar satu hingga empat meter dari tanah. Sedangkan bekas cakaran yang lainnya merupakan bekas cakar kucing hutan dengan ciri yaitu jarak goresan cakar jari ke-1, jari ke-2, dan jari ke-3 tidak terlalu jauh atau tidak sebesar cakaran macan. Selain itu, cakaran ini ditemukan di pohon dengan diameter sekitar 20 cm, sedangkan cakaran macan yang ditemukan ada di pohon-pohon yang besar dengan diameter  kurang lebih sekitar 70 cm hingga 1 meter. Tentu saja hal ini disebabkan karena ukuran tubuh kucing hutan  lebih kecil dari kaki macan (Panthera sp.).
  1. Sus scrofa dan Tragulus javanicus
Bekas sarang merupakan informasi penting untuk mengetahui keberadaan satwa pada lokasi tersebut. Dalam pengamatan di jalur Afrika dan Cipadaranteun ditemukan tapak babi (Sus scrofa). Tapak kancil (Tragulus javanicus) hanya ditemukan di jaur afrika tepatnya di dekat sungai. Tapak babi (Sus scrofa ) terlihat dari bentuk bulatan lonjong berjumlah dua  sama panjang, sedangkan tapak kancil (Tragulus javanicus) bulat kecil berjumlah dua jari pada tiap kaki.
Selain tapak kaki juga ditemukan sarang babi hutan (Sus scrofa) di jalur Cipadaranteun dengan karakteristik sarang di tanah lembab berupa kubangan ditutupi bekas daun gugur dan bentuknya berantakan.
Dalam sebuah referensi mengenai keanekaragaman fauna di TNGP, disebutkan bahwa di TNGP terdapat satwa primata yang terancam punah yaitu owa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata), dan lutung budeng (Trachypithecus auratus) dan satwa langka lainnya seperti macan tutul (Panthera pardus melas), landak Jawa (Hystrix brachyura brachyura), kijang (Muntiacus muntjak muntjak), dan musang tenggorokan kuning (Martes flavigula). Namun pada penelitian ini tidak ditemukan beberapa hewan diantaranya contohnya landak jawa, kijang, dan musang tenggorokan kuning.
Kesimpulan
            Jenis-jenis mamalia yang terdapat di PPKAB, TNGP adalah cecadu pisang besar (Macroglossus sobrinus), Tupai (Tupaia javanica), Musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus), Owa jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata), Lutung budeng (Tracypithecus auratus), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), Jelarang (Ratufa sp.), bajing (Callosciurus nigrevitatus), maca (Panthera sp.), kucing hutab dari suku Felidae, Babi hutan (Sus scrofa), dan pelanduk kancil Tragulus javanicus.

Daftar Pustaka
            Amri Muhammad Saadudin, Gamma Nur Merrillia Sularso, Connie Lydiana Sibarani, dan Adam Febbryansyah Gucci. 2009. Potensi Keanekaragaman Jenis Mamalia Dalam Rangka Menunjang Pengembangan Ekowisata di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Bogor: IPB.
Anonim. -. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango <diunduh dari website http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_gedepangrango.htm pada tanggal 25 Februari 2011 pukul 17.16 WIB>.
Harahap, Syahrial A. dkk. 2009. Manual Survey & Monitoring Endangered Species di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Departemen Kehutanan.
Ibnu Maryanto, Anang Setiawan Achmadi, dan Agus Prijono Kartono. 2008. Mamalia Dilindungi Perundang-Undangan Indonesia. Jakarta: LIPI Press.
J, Supriatna dan Edy Hendras W. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Payne, Junaidi dkk. 2000. Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak & Brunei Darussalam. The Sabah Society dan Wildlife Conservation Society bekerjasama dengan WWF Malaysia.
Satria, Danil. -. Kekayaan Jenis Mamalia di Bukit Ketuyak Kawasan Hutan Lindung Bukit Daun Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Utara. Bengkulu: Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
Setia, Tatang Mitra. 2008. Vis Vitalis, Vol. 01 No. 1. “Penyebaran Biji Oleh Satwa Liar di Kawasan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol dan Pusat Riset Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat”. ISSN 1978-9513. Fakultas Biologi Universitas Nasional.
Suyanto, Agustinus. 2001. Kelelawar di Indonesia. Pusat Pengembangan dan Penelitian Biologi – LIPI. Bogor.
Yoan Dinata dan Jito Sugardjito. 2008. Biodiversitas Voleme 9, Nomor 3. “Keberadaan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) dan Hewan Mangsanya di Berbagai Tipe Habitat Hutan di Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatera”. Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta.















LAMPIRAN


Gambar 1. Bekas cakaran macan di pohon berdiameter ± 70 cm.
Gambar 2. Bekas cakaran kucing hutan di pohon berdiameter ± 20 cm.
Gambar 3. Feses musang luwak dengan sisa biji buah di dalamnya.

Gambar 4. Feses dari musang luwak.
Gambar 5. Tapak kaki macan di tanah basah dengan pulpen merk Standard sebagai pembandingnya.
Gambar 6. Tapak kaki macan di tanah dekat aliran sungai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar