A.
JUDUL PERCOBAAN
Sediaan Apus darah
B.
TUJUAN
- Mengetahui cara
membuat sediaan apus darah
- Membuat sediaan
apus darah
- Mengetahui cara
memeriksa sediaan apus darah
- Mengetahui
gambaran berbagai jenis sel darah
- Mengetahui cara
menghitung jenis sel darah
- Memeriksa sediaan apus darah
C.
TINJAUAN TEORI
Darah adalah sejenis jaringan ikat yang
sel-selnya (elemen pembentuk) tertahan dan dibawa dalam matriks cairan
(plasma). Darah lebih berat dibandingkan air dan lebih kental. Cairan ini
memiliki rasa dan bau yang khas, serta pH 7,4 (7,35-7,45). Warna darah
bervariasi dari merah terang sampai merah tua kebiruan, bergantung pada kadar
oksigen yang dibawa sel darah merah (Sloane, 2003).
Volume darah total sekitar 5 liter pada
laki-laki dewasa berukuran rata-rata dan kurang sedikit pada perempuan dewasa.
Volume ini bervariasi sesuai ukuran tubuh dan berbanding terbalik dengan jumlah
jaringan adiposa dalam tubuh. Volume ini juga bervariasi sesuai perubahan
cairan darah dan konsentrasi elektrolitnya (Sloane, 2003).
Lebih dari separuh bagian dari darah
merupakan cairan (plasma), yang sebagian besar mengandung garam-garam terlarut
dan protein. Protein utama dalam plasma adalah albumin. Protein lainnya adalah
antibodi (imunoglobulin) dan protein pembekuan. Plasma juga mengandung
hormon-hormon, elektrolit, lemak, gula, mineral dan vitamin. Selain menyalurkan
sel-sel darah, plasma juga:
- merupakan
cadangan air untuk tubuh
- mencegah
mengkerutnya dan tersumbatnya pembuluh darah
- membantu
mempertahankan tekanan darah dan sirkulasi ke seluruh tubuh.
Bahkan yang lebih penting, antibodi dalam
plasma melindungi tubuh melawan bahan-bahan asing (misalnya virus, bakteri,
jamur dan sel-sel kanker), ketika protein pembekuan mengendalikan perdarahan.
Selain menyalurkan hormon dan mengatur efeknya, plasma juga mendinginkan dan
menghangatkan tubuh sesuai dengan kebutuhan (Sherwood,2002).
![]() |
Pada dasarnya darah memiliki tiga fungsi utama yaitu membantu pengangkutan zat-zat makanan, perlindungan atau proteksi dari benda asing, dan mengatur regulasi kandungan air jaringan, pengaturan suhu tubuh, dan pengaturan pH. Terdapat tiga macam unsur seluler darah, yaitu eritrosit, leukosit, dan trombosit.
1. Sel darah merah (eritrosit).
Menurut Sloane (2003),
eritrosit merupakan diskus bikonkaf, bentuknya bulat dengan lekukan pada
sentralnya dan berdiameter 7,65 µm. Eritrosit terbungkus dalam membran sel
dengan permeabilitas tinggi. Membran ini elastis dan fleksibel, sehingga
memungkinkan eritrosit menembus kapiler (pembuluh darah terkecil). Setiap
eritrosit mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin, sejenis pigmen
pernapasan yang mengikat oksigen. Volume hemoglobin mencapai sepertiga volume
sel.
Eritrosit merupakan sel yang paling banyak
dibandingkan dengan 2 sel lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir separuh
dari volume darah. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel
darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh
jaringan tubuh. Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan
bahan limbah berupa karbon dioksida, yang akan diangkut oleh sel darah merah
dari jaringan dan kembali ke paru-paru.
2. Sel darah putih (leukosit)
Jumlahnya lebih sedikit, dengan perbandingan
sekitar 1 sel darah putih untuk setiap 660 sel darah merah. Terdapat 5 jenis
utama dari sel darah putih yang bekerja sama untuk membangun mekanisme utama
tubuh dalam melawan infeksi, termasuk menghasilkan antibodi. Dibedakan
berdasarkan ukuran, bentuk nukleus, dan ada tidaknya granula sitoplasma. Sel
yang memiliki granula sitoplasma disebut granulosit sedangkan sel tanpa granula
disebut agranulosit.
a. Granulosit
1)
Neutrofil
Juga
disebut granulosit karena berisi enzim yang mengandung granul-granul, jumlahnya
paling banyak. Neutrofil membantu melindungi tubuh melawan infeksi bakteri dan
jamur dan mencerna benda asing sisa-sisa peradangan. Ada 2 jenis neutrofil,
yaitu neutrofil berbentuk pita (imatur, belum matang) dan neutrofil bersegmen
(matur, matang).
Menurut
Sloane (2003), neutrofil memiliki granula kecil berwarna merah muda dalam sitoplasmanya.
Nukleusnya memiliki tiga sampai lima lobus yang terhubungkan dengan benang
kromatin tipis. Diameternya mencapai 9 µm samapai 12 µm.
2)
Eosinofil
Eosinofil
memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar, dengan pewarnaan oranye
kemerahan. Sel ini memiliki nukleus berlobus dua, dan berdiameter 12 µm sampai
15 µm. Berfungsi sebagai fagositik lemah. Jumlahnya akan meningkat saat terjadi
alergi atau penyakit parasit, tetapi akan berkurang selama stress
berkepanjangan. Selain itu eosinofil juga membunuh parasit, merusak sel-sel
kanker dan berperan dalam respon alergi.
3)
Basofil
Basofil
memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya tidak beraturan dan
akan berwarna keunguan sampai hitam serta memperlihatkan nukleus berbentuk S.
diameternya sekitar 12 µm sampai 15 µm. Basofil juga berperan dalam respon
alergi. Sel ini mengandung histamin.
b. Agranulosit
1)
Limfosit
Limfosit
merupakan sel utama pada sistem getah bening yang berbentuk sferis, berukuran
yang relatif lebih kecil daripada makrofag dan neutrofil. Selain itu, limfosit
bergaris tengah 6-8 µm, 20-30% dari leukosit darah, memiliki inti yang relatif
besar, bulat sedikit cekung pada satu sisi. Sitoplasmanya sedikit dan kandungan
basofilik dan azurofiliknya sedikit. Limfosit-limfosit dapat digolongkan
berdasarkan asal, struktur halus, surface markers yang berkaitan dengan sifat
imunologisnya, siklus hidup dan fungsi (Efendi, 2003).
Limfosit
dibagi ke dalam 2 kelompok utama (Farieh, 2008):
1.
Limfosit B berasal dari sel stem di dalam
sumsum tulang dan tumbuh menjadi sel plasma, yang menghasilkan antibodi
2.
Limfosit T terbentuk jika sel stem dari
sumsum tulang pindah ke kelenjar thymus, dimana mereka mengalami pembelahan dan
pematangan.
Di
dalam kelenjar thymus, limfosit T belajar membedakan mana benda asing dan mana
bukan benda asing. Limfosit T dewasa meninggalkan kelenjar thymus dan masuk ke
dalam pembuluh getah bening dan berfungsi sebagai bagian dari sistem pengawasan
kekebalan.
2)
Monosit
Monosit
merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit normal, diameter
9-10 um tapi pada sediaan darah kering diameter mencapai 20 µm atau lebih. Inti
biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda. Sitoplasma
relatif banyak dengan pulasan wrigh berupa bim abu-abu pada sajian kering. Granula
azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil. Ditemui
retikulim endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom sedikit, banyak
mitokondria. Apa ratus Golgi berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan
mikrotubulus pada daerah identasi inti. Monosit terdapat dalam darah, jaringan
ikat dan rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik mononuclear (system
retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan
membrannya. Untuk imunoglobulin dan komplemen (Efendi, 2003).
Tipe
|
Gambar
|
Diagram
|
%dalam
tubuh
|
Keterangan
|
65%
|
Neutrofil
berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses peradangan
kecil lainnya, serta biasanya juga yang memberikan tanggapan pertama terhadap
infeksi bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak
menyebabkan adanya nanah.
|
|||
4%
|
Eosinofil
terutama berhubungan dengan infeksi parasit,
dengan demikian meningkatnya eosinofil menandakan banyaknya parasit.
|
|||
<1%
|
Basofil
terutama bertanggung jawab untuk memberi reaksi alergi dan antigen dengan jalan mengeluarkan histamin kimia yang menyebabkan peradangan.
|
|||
25%
|
Limfosit lebih umum dalam sistem
limfa. Darah mempunyai tiga jenis limfosit:
·
Sel B: Sel B membuat antibodi yang mengikat patogen lalu menghancurkannya. (Sel
B tidak hanya membuat antibodi yang dapat mengikat patogen, tapi setelah
adanya serangan, beberapa sel B akan mempertahankan kemampuannya dalam menghasilkan
antibodi sebagai layanan sistem 'memori'.)
·
Sel T: CD4+ (pembantu) Sel T
mengkoordinir tanggapan ketahanan (yang bertahan dalam infeksi HIV) sarta penting untuk menahan
bakteri intraseluler. CD8+ (sitotoksik) dapat membunuh
sel yang terinfeksi virus.
·
Sel natural killer: Sel pembunuh alami (natural killer, NK)
dapat membunuh sel tubuh yang tidak menunjukkan sinyal bahwa dia tidak boleh
dibunuh karena telah terinfeksi virus atau telah
menjadi kanker.
|
|||
6%
|
Monosit membagi fungsi
"pembersih vakum" (fagositosis)
dari neutrofil, tetapi lebih jauh dia hidup dengan tugas tambahan: memberikan
potongan patogen kepada sel T
sehingga patogen tersebut dapat dihafal dan dibunuh, atau dapat membuat
tanggapan antibodi untuk menjaga.
|
|||
(lihat di
atas)
|
Monosit
dikenal juga sebagai makrofag
setelah dia meninggalkan aliran darah serta masuk ke dalam jaringan.
|
3. Platelet (trombosit).
Merupakan paritikel yang menyerupai sel,
dengan ukuran lebih kecil daripada sel darah merah atau sel darah putih.
Sebagai bagian dari mekanisme perlindungan darah untuk menghentikan perdarahan,
trombosit berkumpul dapa daerah yang mengalami perdarahan dan mengalami
pengaktivan. Setelah mengalami pengaktivan, trombosit akan melekat satu sama
lain dan menggumpal untuk membentuk sumbatan yang membantu menutup pembuluh
darah dan menghentikan perdarahan. Pada saat yang sama, trombosit melepaskan
bahan yang membantu mempermudah pembekuan (Junquiera,1997)).
Sediaan apus darah adalah suatu sarana yang digunakan untuk menilai
berbagai unsure sel darah tepi, seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Selain itu dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi
adanya parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan lain-lain. Sediaan apus yang
dibuat dan dipulas dengan baik merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan yang terbaik merupaka syarat mutlak untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan yang baik.
Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler
atau vena dengan atau tanpa EDTA. Sediaan yang disimpan tanpa difiksasi
terlebih dulu tidak dapat dipulas sebaik sediaan segar. Kebanyakan cara memulas
sediaan darah menggunakan prinsip Romanowski, seperti Wright, Giemsa, May-Grunwald-Biemsa
atau Wright-Giemsa (Murtiati dkk, 2010).
Tabel
berikut menggambarkan batasan waktu maksimum yang diijinkan :
- Kadar hemoglobin stabil
- Jumlah leukosit < 2 jam
- Jumlah eritrosit < 6 jam
- Nilai hematokrit < 6 jam
- Laju endap darah < 2 jam
- Jumlah trombosit < 1 jam
- Retikulosit <
6 jam
- Sediaan apus darah tepi <
1 jam
Nilai normal
beberapa komponen sel dalam darah manusia
Sel
|
Sel/mikroLiter
(rata-rata)
|
Kisaran Normal
|
Persen sel darah
putih total
|
Leukosit total
|
9000
|
4000-11000
|
|
Neutrofil
|
5400
|
3000-6000
|
50-70
|
Eusinofil
|
275
|
150-300
|
1-4
|
Basofil
|
35
|
0-100
|
0,4
|
Limfosit
|
2750
|
1500-4000
|
20-40
|
Monosit
|
540
|
300-600
|
2-8
|
Eritrosit wanita
|
4,8x106
|
. . .
|
. . .
|
Eritrosit pria
|
5,4x106
|
. . .
|
. . .
|
Trombosit
|
300.000
|
200.000-500.000
|
. . .
|
D.
METODOLOGI
- Alat:
-Alat
suntik -
mikroskop
-Gelas
objek (2 buah) -
pipet
-Gelas
penutup -
cawan petri (2 buah)
- Bahan:
-Darah
vena EDTA - larutan Giemsa
-Metanol - aquadest
-Alkohol
70%
- Cara
kerja
A. Membuat Sediaan Apus Darah
1.
Mengambil darah vena dan mencampurkan dengan
EDTA, lalu meneteskan 1 tetes darah dengan menggunakan pipet (garis tengah
tetesan tidak lebih dari 2 mm). Meletakkan gelas objek tersebut di atas meja
dengan tetes darah di sebelah kanan.
2.
Mengambil objek lain yang digunakan sebagai
kaca penghapus, memilih yang bertepi benar-benar rata.
3.
Meletakkan kaca penghapus di sebelah kiri
tetesan darah dengan tangan kanan, menyentuhkan kaca pada tetesan darah dan
membiarkannya hingga darah menyebar ke seluruh sisi kaca tersebut. Menunggu
sampai darah mengenai titik ½ cm dari sudut kaca.
4.
Mengatur sudut kaca penghapus antara 30° -
40° dan segera Menggerakkan kaca ke arah kiri sambil memegangnya dengan sudut.
Jangan menekan kaca pembesar itu ke bawah. Mengusahakan darah telah habis
sebelum kaca penghapus mencapai ujung lain dari gelas objek. Hapusan darah
tidak boleh terlalu tipis atau terlalu tebal. Ketebalan dapat diatur dengan
mengubah sudut antara kedua kaca objek dan kecepatan menggeser. Makin besar
sudut atau makin cepat menggeser, makin tipis hapusan darah yang dihasilkan.
Membiarkan sediaan kering di udara.
5.
Meletakkan sediaan yang akan dipulas di atas
rak tempat memulas dengan lapisan darah ke atas.
6.
Meneteskan methanol ke atas sediaan itu,
sehingga bagian yang terlapis darah tertutup seluruhnya. Membiarkan selama 5
menit atau lebih lama.
7.
Menuang kelebihan methanol dari kaca.
8.
Meliputi sediaan itu dengan Giemsa yang telah
diencerkan dengan larutan penyanggah dan membiarkan selama 20 menit. Membilas
dengan air suling.
9.
Meletakkan sediaan dalam sikap vertikal dan membiarkan
mengering pada udara.
B. Memeriksa Sediaan Apus Darah
1.
Meneteskan satu tetes minyak emersi pada
bagian sediaan apus yang baik untuk diperiksa dan menutup dengan kaca penutup
(Deck Glass).
2.
Melihat sediaan dengan pembesaran lemah
(lensa objektif 10x dan lensa okuler 10x) untuk mendapat gambaran menyeluruh.
3.
Memperhatikan penyebaran sel-sel darah yang
telah cukup merata, dan jumlah leukosit dan kelompok trombosit.
4.
Selanjutnya melihat dengan lensa objektif 40x
dengan pembesaran ini diberikan penilaian terhadap eritrosit, leukosit,
trombosit, dan ke lain-lain yang ada.
5.
Bila diperlukan melakukan penilaian lebih
lanjut pada sediaan apus dengan menggunakan lensa objektif 100x menggunakan
minyak emersi dengan menyingkirkan kaca penutup, mendorongnya ke tepi dan
mengangkatnya. meneteskan 1 tetes minyak emersi pada sediaan apus, menggunakan
objektif yang sesuai.
6.
Melakukan penilaian terhadap ukuran, bentuk,
warna eritrosit. Penilaian dilakukan pada daerah pandangan dimana eritrosit
terletak saling berdekatan tetapi tidak saling menumpuk, jangan menilai pada
tempat dimana eritrositnya jarang-jarang.
7.
Melakukan penilaian terhadap jumlah, dihitung
jenis dan morfologi leukosit. Saat dilakukan hitung jenis leukosit, sediaan
digerakkan sedemikian rupa sehingga satu lapang pandang tidak dinilai lebih
dari satu kali. Mencatat semua jenis leukosit yang dijumpai. Perlu diingat
bahwa kebenaran perihitungan jenis sel dipengaruhi oleh jumlah total sel yang
dihitung, mengikuti hukum Poisson. Makin banyak leukosit yang dihitung, makin
kecil kesalahan yang terjadi. Biasanya perhitungan dilakukan atas 100 leukosit.
8.
Melakukan penilaian terhadap jumlah dan
morfologi trombosit. Dalam keadaan normal dapat dijumpai 4 – 8 trombosit per
100 eritrosit.
E.
HASIL
Sel
Darah
|
Deskripsi
|
Persentase
|
Eritrosit
|
Bentuk bulat bikonkaf tanpa inti, berwarna
ungu bening,berukuran kecil.
Tipe a.
|
70%
|
Leukosit
|
Bentuk bulat dengan inti di tengah
berbentuk agak memanjang, berwarna bening dengan inti berwarna ungu gelap.
Tipe e.
|
10%
|
Trombosit
|
Berbentuk bulat dengan ukuran yang sangat
kecil.
|
20%
|
- Eritrosit

- Leukosit

- Trombosit

F.
PEMBAHASAN
Praktikum mengenai sediaan apus darah kali
ini bertujuan untuk mengamati dan menilai berbagai unsure sel darah pada
manusia seperti sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan
keping darah (trombosit). Berdasarkan Murtiati, dkk (2010), sediaan apus darah
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria,
microfilaria, dan lain-lain. Namun pada praktikum kali ini hanya dilakukan
pengamatan untuk mengetahui deskripsi bentuk dari berbagai sel darah dan
menilai persentase sel darah yang teramati.
Sediaan apus darah dilakukan dengan
menggunakan bahan darah segar yang berasal dari kapiler atau vena OP. OP pada
praktikum ini adalah nurhayati. Pertama praktikan mengambil darah dari ujung
jari telunjuk tangan kiri menggunakan blood lancet atau slat suntik kemudian
mencampurkannya dengan EDTA supaya tidak cepat membeku. Setelah itu praktikan
menaruhnya ke kaca objek. Kemudian menyentuhkan kaca penutup ke tetesan darah
hingga darah melebar. Selanjutnya membentuk sudut 30-400 dengan kaca
penutup, lalu digerakkan ke kiri membentuk apusan darah yang tidak terlalu
tipis ataupun terlalu tebal karena jika terlalu tebal maka saat pengamatan di bawah
mikroskop akan terlihat tidak jelas karena sel darah bertumpuk.
Setelah mendapat sediaan yang bagus (tidak
tebal dan tipis), maka membiarkannya hingga kering, setelah itu meneteskan
metanol ke atas sediaan hingga bagian yang terlapisi darah tertutup semuanya
dan membiarkannya selama 5 menit. Fungsi metanol adalah untuk memfiksasi darah
sehingga darah tidak hilang saat diamati. Selanjutnya sediaan diteteskan dengan
giemsa yang telah diencerkan dengan air dan membiarkannya selama 20 menit dan
membilasnya dengan air dan mengeringkannya. Fungsi giemsa adalah untuk mewarnai
darah sehingga mudah dibedakan dan dapat terlihat jelas saat diamati. Waktu
perendaman ini sebaiknya jangan terlalu lama karena darah bisa tidak terlihat
akibat pewarnaan yang terlalu pekat.
Selanjutnya setelah sediaan apus darah telah
selesai, maka dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop untuk memeriksa
sediaan apus darah. Sebelum pengamatan sediaan apus darah diteteskan minyak
emersi terlebih dahulu, tujuan pemberian minyak emersi ini yaitu untuk mencegah
kerusakan pada mikroskop. Dengan perbesaran lemah (100x), praktikan hanya
melihat bulat-bulat kecil yang sangat banyak dan belum terlihat jelas perbedaan
antara leukosit, eritrosit dan trombosit.
Setelah menggunakan pembesaran 400x,
praktikan menemukan ukuran eritrosit yang kecil , berbentuk bulat bikonkaf tidak
berinti, dan berwarna ungu bening. Warna ungu ini akibat pewarnaan dengan
giemsa, sehingga warna darah yang semula merah, setelah diamati di mikroskop
berubah menjadi ungu. Hal ini sesuai
dengan literatur yaitu eritrosit berbentuk cakram bikonkaf atau cakram pipih,
sel tidak berinti dan tidak punya organel seperti sel-sel lain. Eritrosit
berukuran sekitar 7,5µm dan bagian pusat lebih tipis dan lebih terang dari
bagian tepinya. Selain itu, eritrosit mengandung hemoglobin yang berfungsi
untuk mentransport O2 (Dikaamelia, 2008).
Pembentukan
eritrosit atau eritropoiesis terjadi di sumsum merah yang terletak pada tulang
belakang, sternum (tulang dada), tulang rusuk, tengkorak, tulang belikat,
tulang panggul serta tulang-tulang anggota badan (kaki dan tangan). Eritrosit
berumur pendek. Tidak adanya inti pada eritrosit menyebabkan eritrosit tidak
mampu mensintesis protein untuk tumbuh, atau untuk memperbanyak diri
(Dikaamelia, 2008). Namun dengan tidak adanya inti pada eritrosit dan dengan
bentuk yang berupa bikonkaf maka eritrosit memiliki kemampuan yang optimal
dalam mengikat oksigen sehingga kebutuhan akan oksigen menjadi terpenuhi. Itu
sebabnya apabila seseorang menderita penyakit sel sabit, yaitu penyakit yang
disebabkan karena struktur eritrositnya berbentuk seperti bulan sabit, memiliki
kemampuan mengikat oksigen yang lebih sedikit sehingga membuat penderita
menjadi anemia dan lemah.
Pada
pengamatan di praktikum ini tidak ditemukan eritrosit yang berbentuk selain
bikonkaf, itu artinya OP tidak menderita kelainan struktur eritrosit. Kelainan
pada struktur eritrosit dapat disebabkan karena faktor genetika ataupun
lingkungan.
Kemudian
didapatkan beberapa jenis leukosit, namun praktikan tidak mampu
mengidentifikasinya apakah termasuk basofil, eosinofil, batang, neutrofil,
limfosit ataupun monosit. Hal tersebut karena keterbatasan pembesaran pada
mikroskop yang digunakan sehingga tidak dapat terlihat dengan jelas bentuk dari
inti sel leukosit tersebut. Penggolongan leukisit menjadi 5 macam merupakan
penggolongan berdasarkan ukuran sel, bentuk nukleus, da ada tidaknya granula
sitoplasma sehingga perlu pengamatan yang lebih teliti dan perbesaran mikroskop
yang baik serta dapat pula dibantu dengan menggunakan minyak emersi.
Berdasarkan
referensi, sel neutrofil memiliki granula kecil berwarna merah muda
dalam sitoplasmanya. Nukleusnya memiliki tiga sampai lima lobus yang
terhubungkan dengan benang kromatin tipis. Diameternya mencapai 9 µm samapai 12
µm. Sel eosinofil memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar, dengan
pewarnaan oranye kemerahan. Sel ini memiliki nukleus berlobus dua, dan
berdiameter 12 µm sampai 15 µm. Berfungsi sebagai fagositik lemah. Sedangkan basofil
memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya tidak beraturan dan
akan berwarna keunguan sampai hitam serta memperlihatkan nukleus berbentuk S.
diameternya sekitar 12 µm sampai 15 µm (Sloane, 2003).
Untuk kelompok leukosit yang merupakan agranulosit
yaitu lomfosit dan monosit, diperoleh data berdasarkan refernsi bahwa limfosit
bergaris tengah 6-8 µm, 20-30% dari leukosit darah, memiliki inti yang relatif
besar, bulat sedikit cekung pada satu sisi. Sitoplasmanya sedikit dan kandungan
basofilik dan azurofiliknya sedikit (Efendi, 2003). Sedangkan monosit merupakan
sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit normal, diameter 9-10 um tapi
pada sediaan darah kering diameter mencapai 20 µm atau lebih. Inti biasanya
eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda (Efendi, 2003).
Menurut referensi yang kami peroleh, jenis
sel darah putih yang paling banyak adalah netrofil dengan presentase sebesar
50-70 %, sedangkan yang paling sedikit adalah basofil, yaitu 0,1-0,4 %.
Monosit berfungsi untuk membunuh bakteri,
fungsi monosit ini sama dengan neutrofil, hanya jumlahnya saja yang berbeda.
Jumlah monosit yang tinggi menunujukkan disel sedang terjadi infeksi.
Berdasarkan pengamatan, jumlah monsit sedikit, sehingga neutrofilpun kurang
aktif dalam merespon perusakan jaringan. Dengan kata lain, jumlah neutrofil
dalam darah yang seharusnya mempunyai kadar/jumlah yang tinggi dalam darah
menjadi menurun jumlahnya. Limfosit berfungsi sebagai elemen kunci dalam respon
kekebalan tubuh. Kadar limfosit yang banyak diduga karena sedikitnya jumlah
neutofil dalam darah. Sehingga untuk mempertahankan kekebalan tubuh, maka
limfositlah yang bekerja secara aktif.
Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta
proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga yang memberikan tanggapan
pertama terhadap infeksi bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah
yang banyak menyebabkan adanya nanah. Eosinofil terutama berhubungan dengan
infeksi parasit, dengan demikian meningkatnya eosinofil menandakan banyaknya
parasit. Basofil terutama bertanggung jawab untuk memberi reaksi alergi antigen
dengan jalan mengeluarkan histamin kimia yang menyebabkan peradangan.
Limfosit lebih umum dalam sistem limfa. Darah
mempunyai tiga jenis limfosit yaitu Sel B membuat antibodi yang mengikat
patogen lalu menghancurkannya. (Sel B tidak hanya membuat antibodi yang dapat
mengikat patogen, tapi setelah adanya serangan, beberapa sel B akan
mempertahankan kemampuannya dalam menghasilkan antibodi sebagai layanan sistem
'memori'). Sel T mengkoordinir tanggapan ketahanan (yang bertahan dalam infeksi
) serta penting untuk menahan bakteri intraseluler. Sel natural killer
merupakan sel pembunuh alami (natural killer, NK) yang dapat membunuh sel tubuh
yang tidak menunjukkan sinyal bahwa dia tidak boleh dibunuh karena telah
terinfeksi atau telah menjadi kanker.
Sedangkan
trombosit yang teramati yaitu trombosit berukuran sangat kecil terlihat seperti
titik atau bercak yang berada di luar sel dan berwarna ungu. Hal ini sesuai
dengan teori yang menyebutkan bahwa trombosit adalah sel darah tak berinti,
berbentuk cakram dengan diameter 1 - 4 mikrometer dan volume 7 – 8 fl.. Nilai
normal trombosit bervariasi sesuai metode yang dipakai. Jumlah trombosit normal
menurut Deacie adalah 150 – 400 x 109 / L. Bila dipakai metode Rees Ecker nilai
normal trombosit 140 – 340 x 109/ L, dengan menggunakan Coulter Counter harga
normal 150 – 350 x 109/L.
Dari
ketiga macam sel darah yang teramati diperoleh persentasenya yaitu eritrosit sebanyak
70% dari lapang pandang yang diamati, leukosit sebanyak 10% dan trombosit
sebanyak 20%. Berdasarkan referensi juga disebutkan bahwa persentase sel darah
merah (eritrosit) pada tubuh merupakan yang paling besar. Sedangkan leukosit
memiliki jumlah yang lebih sedikit daripada sel eritrosit. Dalam Sloane (2003),
disebutkan bahwa jumlah eritrosit pada laki-laki sehat mencapai 4,2 hingga 5,5
juta sel per mm3 dan sekitar 3,2 hingga 5,2 juta per mm3 pada
wanita sehat, sedangkan jumlah normal leukosit adalah 7000 sampai 9000 per mm3
dan trombosit berjumlah 250.000 sampai 400.000 per mm3. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengamatan
yaitu jumlah eritrosit > trombosit > leukosit. Meskipun berjumlah paling
sedikit dari ketiga sel darah yang ada, fungsi leukosit pada tubuh sangat
penting, dimana dalam keadaan sakit atau terserang benda asing maka jumlah
leukosit dapat meningkat.
G.
KESIMPULAN
- Cara pembuatan
sediaan apus darah pada praktikum kali ini adalah menggunakan prinsip
Romanowski dengan Giemsa.
- Cara yang digunakan
yaitu dengan menggunakan darah vena OP dan mencampurkannya dengan EDTA. Darah
yang sudah diteteskan pada kaca objek selanjutnya diapus dengan
menggunakan kaca penutup dengan membentuk sudut 30-400 dengan
segera menggeserkannya ke kiri. Setelah mendapat sediaan yang bagus yaitu
tidak terlalu tipis dan tidak terlalu tebal maka dibiarkan hingga kering,
setelah itu meneteskan metanol ke atas sediaan hingga bagian yang
terlapisi darah tertutup dan membiarkannya selama 5 menit. Setelah itu
meliputi sediaan dengan giemsa yang telah diencerkan dengan air dan
membiarkannya selama 20 menit dan bilas dengan air dan mengeringkannya.
- Proses
pemeriksaan sediaan apus darah dilakukan dengan meneteskan setetes minyak
emersi pada bagian apus darah. Dengan perbandingan lemah (10x), praktikan
hanya melihat bulat-bulat kecil yang sangat banyak dan belum terlihat
jelas perbedaan antara leukosit, eritrosit dan trombosit. Kemudian
praktikan menggunakna lensa objektif 40x dan dengan perbesaran ini.Untuk
mendapatkan hal lainnya, lensa objek dapat diperbesar hingga 100 x.
- Hal yang diamati
pada eritrosit yaitu ukuran, bentuk, dan warna. Pada leukosit, yang
diamati yaitu jumlah, jenis, dan morfologi. Serta pada trombosit, yang
diamati yaitu morfologi.
- Cara menghitung
jenis sel darah yaitu dari ujung kiri bawah kaca objek ke atas dan mencari
hingga terdapat 10 jenis sel darah, kemudian menggesernya ke kanan dan
menghitungnya dari bawah ke atas hingga berjumpa 10 sel darah lagi, dan
seterusnya hingga terdapat 100 leukosit (secara zig-zag). Diperoleh
persentase eritrosit sebesar 70%, leukosit 10% dan trombosit sebesar 20%.
- Ukuran eritrosit
kecil, berbentuk bulat bikonkaf tidak berinti, dengan warna ungu bening. Leukosit
berbentuk bulat berinti di tengah dengan warna ungu. Sedangkan trombosit
berukurab sangat kecil terlihat seperti titik berwarna gelap.
H.
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, William F. 1999. Buku Ajar Fisiologi kedokteran. Jakarta: ECG.
Lauralee,
Sherwood. 2001. Fisiologi Manusia dari
Sel ke Sistem. EGC: Jakarta.
Murtiati,
Tri dkk. 2010. Penuntun Praktikum Anatomi
dan Fisiologi Manusia. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Jakarta.
Pearce,
Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi
untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Sherwood, Lauralee. 1996. Fisiologi Manusia. Jakarta: ECG.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi
dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Kalau prosedur pemeriksaan eritrosit disum sum tulang..cry gmn.
BalasHapus