Entri Populer

Sabtu, 12 Mei 2012

Golongan Darah


A. JUDUL PERCOBAAN
Golongan Darah

B. TUJUAN
  1. Mengetahui cara menentukan golongan darah
  2. Mengetahui perbedaan reaksi antara berbagai golongan darah
  3. Mengetahui golongan darah
  4. Mengetahui persentase golongan darah yang ada

C. TINJAUAN TEORI
            Walaupun telah ditemukan beberapa ratus antigen dalam sel darah manusia, terdapat dua golongan antigen yang lebih sering menyebabkan reaksi transfusi darah daripada golongan lainnya. Golongan ini dinamakan sistem antigen ABO dan sistem Rh. Darah dibagi dalam berbagai golongan dan jenis sesuai dengan jenis antigen yang terdapat dalam sel. Dua jenis antigen berbeda tetapi berhubungan yaitu tipe A dan tipe B terdapat pada permukaan eritrosit berbagai orang (Guyton, 1990).
Sebelum lahir, molekul protein yang ditentukan secara genetik disebut antigen muncul di permukaan membran sel darah merah. Antigen ini, tipe A dan tipe B bereaksi dengan antibodi pasangannya, yang mulai terlihat sekitar 2 sampai 8 bulan setelah lahir. Karena reaksi antigen-antibodi menyebabkan aglutinasi (penggumpalan) sel darah merah, maka antigen disebut aglutinogen dan antibodi pasangannya disebut aglutinin. Seseorang mungkin saja tidak mewarisi tipe A, maupun tipe B, atau hanya mewarisi salah satunya, atau bahkan keduanya sekaligus (Sloane, 2003).
Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan antibodi yang terkandung dalam darahnya, sebagai berikut:
·         Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau O-negatif.
·         Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan dolongan darah B-negatif atau O-negatif
·         Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga, orang dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan darah AB-positif tidak dapat mendonorkan darah kecuali pada sesama AB-positif.
·         Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan golongan darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut donor universal. Namun, orang dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama O-negatif.
            Seseorang dengan golongan darah A, berarti dalam membran eritrositnya mengandung antigen tipe A. Sel darah seseorang yang bergolongan B mengandung antigen tipe B. Seseorang dengan golongan darah AB, memiliki antigen A dan B dan seseorang dengan golongan darah O pada membran eritrositnya tidak memiliki antigen sama sekali. Antigen-antigen ini ditemukan dibanyak jaringan selain di darah, antara lain: kelenjar ludah, saliva, pancreas, ginjal, hati, paru, testis, semen dan cairan amnion. Antigen A dan B merupakan oligosakarida kompleks yang berbeda gula terminalnya. Pada sel darah merah, antigen ini kebanyakan adalah glikosfingolipid, sedangkan dijaringan lain adalah glikoprotein.

Tabel. Golongan Darah Dengan Genotip dan Unsur Aglutinogen dan Aglutininnya
Genotip
Golongan
Aglutinogen
Aglutinin
OO
O
-
Anti A dan anti B
OA dan AA
A
A
Anti B
OB dan BB
B
B
Anti A
AB
AB
A dan B
-

Menurut Guyton (1990), prevalensi berbagai golongan darah di antara bangsa kulit putih kira-kira sebagai berikut:
Tipe
Persen
O
47
A
41
B
9
AB
3
Jelas dari persentase ini bahwa sering terdapat gen O dan A tetapi gen B jarang terjadi.
            Bila transfusi darah dari satu orang ke orang lain dicoba pertama kali, dalam beberapa keadaan transfusi berhasil, tetapi lebih banyak terjadi aglutinasi dan hemolisis sel darah merah yang cepat atau lambat. Segera setelah ditemukan bahwa darah dari berbagai orang biasanya mempunyai sifat-sifat antigenik da imun yang tidak sama sehingga antibodi dalam plasma dari salah satu darah bereaksi dengan antigen dalam sel darah lainnya. Dan reaksi ini kadang-kadang cukup hebat sehingga menimbulkan kematian (Guyton, 1990).
Dalam transfusi darah dari satu orang ke orang lain, darah donor dan resipien dalam keadaan normal diklasifikasikan dalam empat golonga darah O-A-B utama, tergantung pada ada atau tidak adanya kedua aglutinogen. Bila tidak ada aglutinogen A atau B, darah digolongkan O. Bila hanya terdapat aglutinogen tipe A, darah digolongkan A, bila hanya terdapat aglutinogen tipe B, darah digolongkan B. dan bila terdapat kedua aglutinogen A dan B, darah digolongkan AB (Guyton, 1990).
Tabel dibawah ini menggambarkan data mengenai golongan darah, antigen dan antibodi yang dimiliki, serta kemungkinan dapat atau tidaknya transfusi dilakukan.

Golongan Darah
Antigen pada Eritrosit
Antibodi dalam Plasma
Aman ditransfusi
Recepient
Donor
A
A
B
A,AB
A,O
B
B
A
B, AB
B, O
AB
A+B
-
AB
A, B, AB, O
O
-
A+B
A, B, AB, O
O

Penentuan Golongan Darah
Penggolongan darah penting dilakukan sebelum transfusi darah karena pencampuran golongan darah yang tidak cocok menyebabkan aglutinasi dan destruksi sel darah merah. Berdasarkan Sloane (2003), penentuan golongan darah dilakukan sebagai berikut:
a.    Teknik Slide. Dalam teknik slide bisa untuk penggolongan darah ABO, dua tetes darah yang terpisah dari orang yang akan diperiksa golongan darahnya diletakkan pada sebuah slide mikroskop.
b.    Setetes serum yang mengandung aglutinin anti-A (dari darah golongan B) diteteskan pada salah satu tetes darah, sedangkan setetes serum yang mengandung aglutinin anti-B (dari darah golongan A) diteteskan pada tetes darah lainnya.
1)    Jika serum anti-A menyebabkan aglutinasi pada tetes darah, maka individu tersebut memiliki aglutinogen tipe A (golongan darah A).
2)    Jika serum anti-B menyebabkan aglutinasi pada tetes darah, maka individu tersebut memiliki aglutinogen tipe B (golongan darah B).
3)    Jika kedua serum anti-A dan anti-B menyebabkan aglutinasi pada tetes darah, maka individu tersebut memiliki aglutinogen tipe A dan tipe B (golongan darah AB).
4)    Jika kedua serum anti-A dan anti B tidak mengakibatkan aglutinasi pada tetes darah, maka individu tersebut tidak memiliki aglutinogen (golongan darah O).

Reaksi Transfusi Darah
Penggolongan darah dilakukan dengan mencampurkan sel darah merah seseorang dengan antiserum yang mengandung berbagai aglutinogen  (serum anti A, anti B, anti AB dan anti D) pada kaca slide dan melihat apakah terjadi aglutinasi.
Reaksi transfusi hemolitik yang berbahaya jika darah ditransfusikan kepada seseorang yang mempunyai golongan darah yang tidak cocok, yaitu seseorang yang mempunyai aglutinin terhadap sel darah merah yang ditransfusikan. Plasma yang ditransfusikan biasanya demikian encer di dalam tubuh resipien sehingga jarang menyebabkan aglutinasi sekalipun titer aglutinin terhadap sel darah resipien tinggi. Tetapi jika plasma resipien mengandung aglutinin terhadap sel darah merah donor, sel-sel tersebut mngalami aglutinasi dan hemolisis.
Antibodi lawan antigen eritrosit A tidak terdapat dalam plasma darah orang bergolongan darah A, namun terdapat dalam plasma darah orang bergolongan darah B dan sebaliknya. Jadi plasma darah golongan darah A mengandung antibody antiB, plasma darah golongan darah B mengandung antibody A, plasma darah golongan darah AB tidak mengandung antibody anti A maupun anti B, dan plasma darah golongan darah O mengandung anti A maupun anti B.
Bila seseorang diberi darah golongan yang tidak cocok dengan golongan darahnya sendiri, maka dimungkinkan terjadi dua reaksi antigen-antibodi yang berbeda. Pertama mungkin terjadi reaksi antigen-antibodi yang berat, sebagai pengaruh antibody dalam plasma resipien terhadap eritrosit donor yang datang. Kedua terjadi reaksi antigen-antibodi yang kurang berarti, akibat pengaruh antibody donor terhadap antigen eritrosit resipien, kecuali bila jumlah darah yang ditransfusikan sangat besar, maka antibody donor akan merusak eritrosit resipien.
Interaksi antibody dengan antigen yang terikat pada eritrosit mungkin menghasilkan aglutinasi (penggumpalan) atau hemolisis (pecah). Aglutinasi dan hemolisis eritrosit donor oleh antibody plasma resipien dapat menyebabkan reaksi transfuse yang fatal. Aglutinasi eritrosit donor yang dating dapat menyumbat pembuluh darah-pembuluh kecil. Disamping itu, salah satu akibat yang sangat mematikan dari kesalahan transfusi adalah kegagalan ginjal akut yang disebabkan oleh pembebasan hemoglobin yang sangat banyak dari eritrosit donor yang rusak. Bila hemoglobin yang bebas dalam plasma meningkat di atas tingkat kritis, hemoglobin tersebut akan mengendap di dalam ginjal dan akan menghambat pembentukan urin. Karena seseorang bergolongan darah O tidak memiliki antigen A maupun B, maka eritrositnya tidak akan diserang oleh antibody anti A, maupun anti B, sehingga darah golongan O dapat ditransfusikan kepada semua golongan darah. Donor demikian disebut donor universal. Sedangkan orang bergolongan darah O hanya dapat menerima donor dari golongan darah O sendiri, sebab bila orang tersebut menerima darah golongan lain, maka antibody anti A dan anti B dalam plasma darahnya akan menyerang antigen A maupun B dalam eritrosit yang datang.
Sebaliknya seseorang bergolongan darah AB disebut resipien universal, sebab tidak adanya antibody anti A maupun anti B dalam plasma darahnya memungkinkan golongan darah AB menerima donor dari semua golongan darah. Golongan darah AB hanya dapat menjadi donor untuk golongan AB sendiri, sebab eritrositnya mengandung antigen A dan B, sehingga bila ditransfusikan kepada orang bergolongan darah lain eritrositnya akan diserang oleh antibody anti A dan atau anti B resipien.

D. METODOLOGI
  • Alat:
            -blood lancet                                     - lidi/tusuk gigi
            -Gelas objek                                      - kapas          
·         Bahan:
            -Darah kapiler                      
            -serum anti A dan anti B, dan anti AB
            -Alkohol 70%
  • Cara kerja
1.    Membagi object glass menjadi dua bagian dengan mamberi garis pembatas pada bagian tengahnya. Berilah tanda A pada sudut kiri atas object glass sebelah kiri dan tanda B pada sudut kanan atas object glass sebelah kanan.
2.    Menenteskan 2 tetes darah segar pada masing-masing bagian kiri dan kanan object glass.
3.    Memberikan 1 tetes serum anti A pada darah yang terletak dibagian A dan 1 tetes serum anti B yang terletak di bagian B object glass.
4.    Mencampurkan darah dan antiserum dengan sebatang lidi atau tusuk gigi. Biarkan selama beberapa menit.
5.    Memperhatikan gumpalan yang terjadi dan mencatat hasil pengamatan.

E. HASIL
No.
Nama OP
Reaksi Aglutinasi
Golongan Darah
Anti A
Anti B
1.     
Regina
-        
-        
O
2.     
Ratih
-        
-        
O
3.     
Mawadah
-        
+
B
4.     
Nurul fatiah
-        
-        
O
5.     
Trisia
+
-        
A
6.     
Rani Dwi
-        
-        
O
7.     
Fina
+
-        
A
8.     
Yunita
-        
-        
O
Keterangan:
+ = terdapat gumpalan
- = tidak terdapat gumpalan

Foto hasil penentuan golongan darah dari OP Ratih. Golongan darah O. Tidak terdapat penggumpalan pada penetesan serum anti A, anti B, maupun anti AB.

F. PEMBAHASAN
Penentuan golongan darah pada praktikum kali ini dilakukan dengan memberikan tetesan serum anti A dan serum anti B masing-masing pada tetesan darah segar OP di atas kaca objek. Darah yang diambil berasal dari kapiler pada bagian ujung jari tangan. Sebelum darah diambil dengan menggunakan blood lancet, ujung jari tangan dibersihkan dengan alcohol 70% agar terhindar dari kuman-kuman yang dapat menyebabkan infeksi. Selanjutnya akan diamati apakah terdapat penggumpalan (aglutinasi) pada sel darah OP tersebut. Aglutinasi dapat terjadi sebagai akibat adanya aglutinin dari sel darah merah yang dicampurkan.
Pada praktikum kali ini digunakan serum anti A dan anti B, serum ini digunakan karena serum anti A memiliki sifat aglutinin anti B, jadi jika plasma darah seseorang memiliki aglutinin terhadap anti B maka akan terjadi aglutinasi (penggumpalan) saat darah dicampur dengan serum anti A seperti yang terjadi pada individu yang bergolongan darah A dan AB.
Sedangkan serum anti B memiliki sifat aglutinin anti A, jadi jika plasma darah seseorang memiliki aglutinin terhadap anti A, maka plasma darah individu tersebut akan mengalami penggumpalan saat darah dicampur dengan serum anti B, seperti pada individu dengan golongan darah B dan AB.
Berdasarkan Guyton (1990), bila darah tidak cocok maka aglutinin anti A atau anti B tercampur dengan sel darah merah yang masing-masing mengandung aglutinogen A atau B, sel darah merah diaglutinasi dengan proses sebagai berikut: Aglutinin melekatkan dirinya pada sel darah merah. Karena aglutinin bivalen atau polivalen, satu aglutinin pada saat yang sama dapat mengikat dua sel darah merah, karena itu menyebabkan sel melekat satu sama lainnya. Hal ini menyebabkan sel menggumpal.
Pada dasarnya membran sel darah manusia mengandung bermacam-macam antigen golongan darah atau aglutinogen, salah satunya antigen A dan B. Antigen A dan B diturunkan secara dominan sehingga pada manusia dibagi menjadi 4 golongan darah, yaitu A, B, AB, dan O. Golongan darah A mempunyai antigen A, golongan darah B mempunyai antigen B, golongan darah AB mempunyai antigen A dan B, sedangkan golongan darah O tidak mempunyai kedua antigen tersebut.
Antigen A dan B merupakan oligosakarida kompleks yang berbeda gula terminalnya. antigen ini kebanyakan adalah glikosfingolipid pada sel eritrosit, sedangkan pada jaringan lain merupakan glikoprotein. Individu yang bergolongan darah A mempunyai satu gen yang mengkode suatu transferase yang mengkatalisis penempatan N-Asetilgalaktosamin terminal pada antigen H sedangkan yang bergolongan darah B mempunyai suatu gen yang mengkode tranferase yang menempatkan satu glukosa terminal. Individu yang bergolongan darah AB mempunyai kedua transferase, sedangkan yang bergolongan darah O tidak mempunyai golongan darah tranferase sehingga antigen H tetap ada. Antigen yang dibawa sel darah merah orang tertentu dapat mengadakan reaksi dengan zat anti yang dibawa oleh serum darah.
Berdasarkan hasil pengamatan dari 8 OP diperoleh 5 OP bergolongan darah O, 2 OP bergolongan darah A dan 1 OP bergolongan darah B. OP yang bergolongan darah O adalah Regina, Ratih, Nurul Fatiah, Rani Dwi, dan Yunita. Hal tersebut karena masing-masing darah kelima OP ketika diteteskan oleh serum anti A ataupun serum anti B tidak terjadi aglutinasi (penggumpalan). Tidak terjadi aglutinasi karena golongan darah O tidak memiliki aglutinogen A dan B. Individu yang memiliki golongan darah O, memiliki kedua jenis aglutinin A dan B (aglutinin anti A dan anti B) sehingga pemberian serum anti A maupun anti B tidak menyebabkan bentuk penolakan dari darah. Tidak adanya aglutinogen pada sel individu yang memiliki golongan darah O menyebabkan darah tersebut  dapat ditranfusikan ke individu lain yang memiliki golongan darah sama maupun tidak, akan tetapi individu dengan golongan darah O hanya bisa menerima darah dari individu yang memiliki golongan darah yang sama. Berdasarkan hal tersebut, maka individu yang memiliki golongan darah O dikategorikan sebagai “donor universal”.
Sedangkan Trisia dan Fina memiliki golongan darah A. Hal tersebut dapat diamati dari hasil penetesan dengan serum anti A dan serum anti B yaitu pada tetesan darah OP didapatkan adanya penggumpalan pada darah yang ditetesi serum anti A. Ini dapat terjadi karena pada individu dengan golongan darah A memiliki aglutinogen tipe A dan aglutinin anti B. Pemberian serum anti A menyebabkan darah melakukan penolakan dengan aglutinin anti A yang mengikat dua sel darah merah dan sel menjadi melekat satu sama lain sehingga terlihat menggumpal. Sedangkan pada pemberian serum anti B tidak terjadi reaksi apapun karena pada dasarnya pada sel darah OP sudah memiliki aglutinin anti B.
Terakhir adalah sel darah OP bernama Mawadah yang menunjukan penggumpalan pada saat diteteskan serum anti B yang berarti OP memiliki golongan darah B. Individu dengan golongan darah B memiliki aglutinogen B dan aglutinin anti A. Serum anti B memiliki sifat aglutinin anti A, jadi jika plasma darah seseorang memiliki aglutinin anti A, maka plasma darah individu tersebut akan mengalami penggumpalan saat darah dicampur dengan serum anti B, hal inilah yang terjadi pada OP bergolongan darah B. Dalam hal transfusi darah, OP Mawadah dapat menjadi pendonor bagi individu dengan golongan darah B dan AB serta dapat menjadi resipien dari individu dengan golongan darah O dan B. Hal ini disebabkan karena individu dengan golongan darah B memiliki aglutinogen B dan aglutinin anti A.
Jika dari 8 OP tersebut dibuat persentase golongan darahnya maka diperoleh hasil yaitu golongan darah dengan persentase tertinggi adalah golongan darah O sebesar 62,5%, golongan darah A sebesar 25% dan golongan darah B sebesar 12,5%. Sedangkan golongan darah AB tidak ada atau 0%. Hal tersebut sesuai dengan teori menurut Guyton (1990) yang menyebutkan bahwa gen O dan gen A merupakan gen yang paling sering muncul, sedangkan gen B jarang terjadi.

G. KESIMPULAN
  1. Penentuan golongan darah dapat dilakukan dengan cara teknik slide atau dengan meneteskan darah segar OP ke kedua sisi kaca objek yang selanjutnya satu tetesan darah ditetesi dengan serum anti A dan tetesan darah lainnya ditetesi dengan serum anti B. Setelah itu diamati aglutinasi (penggumpalan) yang terjadi pada kedua tetesan darah tersebut.
  2. Jika serum anti-A menyebabkan aglutinasi pada tetes darah, maka individu tersebut memiliki aglutinogen tipe A (golongan darah A). Jika serum anti-B menyebabkan aglutinasi pada tetes darah, maka individu tersebut memiliki aglutinogen tipe B (golongan darah B). Jika kedua serum anti-A dan anti-B menyebabkan aglutinasi pada tetes darah, maka individu tersebut memiliki aglutinogen tipe A dan tipe B (golongan darah AB). Dan jika kedua serum anti-A dan anti B tidak mengakibatkan aglutinasi pada tetes darah, maka individu tersebut tidak memiliki aglutinogen (golongan darah O).
  3. Dari 8 OP didapatkan 5 OP bergolongan darah O, 2 OP bergolongan darah A dan 1 OP bergolongan darah B. Sedangkan tidak ada OP yang memiliki golongan darah AB.
  4. Persentase golongan yang diperoleh adalah golongan darah O sebesar 62,5%, golongan darah A 25%, golongan darah B 12,5%, dan golongan darah AB 0%.

H. DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC.
Murtiati, Tri dkk. 2010. Penuntun Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Jakarta.
Sherwood, Lauralee. 1996. Fisiologi Manusia. Jakarta: ECG.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar