BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Untuk dapat
mengetahui besar laju penggunaan maupun penghasil energi pada suatu organisme
dapat dilakukan dengan pengukuran. Makhluk hidup dapat meghasilkan energi jika
melakukan interaksi dengan mkhluk hidup lainnya. Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya
interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan
makhluk hidup lainnya dan antara makhluk hidup dengan lingkungan abiotik.
Interaksi dalam ekosistem didasari adanya hubungan saling membutuhkan antara
sesama makhluk hidup dan adanya eksploitasi lingkungan abiotik untuk kebutuhan
dasar hidup bagi makhluk hidup. Jika dilihat dari aspek kebutuhannya,
sesungguhnya interaksi bagi makhluk hidup umumnya merupakan upaya mendapatkan
energi bagi kelangsungan hidupnya yang meliputi pertumbuhan, pemeliharaan,
reproduksi dan pergerakan.
Sumber energi
primer bagi ekosistem adalah cahaya matahari. Energi cahaya matahari hanya dapat
diserap oleh organisme tumbuhan hijau
dan organisme fotosintetik. Energi cahaya digunakan untuk mensintesis molekul
anorganik menjadi molekul organik yang kaya energi. Molekul tersebut
selanjutnya disimpan dalam bentuk makanan dalam tubuhnya dan menjadi sumber
bahan organik bagi organisme lain yang heterotrof. Organisme yang memiliki
kemampuan untuk mengikat energi dari lingkungan disebut produsen.
Setiap ekosistem
atau komunitas, atau bagian-bagian lain memiliki produktivitas dasar atau
disebut produktivitas primer. Dalam konsep produktivitas, faktor satuan waktu
sangat penting, karena sistem kehidupan adalah proses yang berjalan secara
sinambung. Selain waktu, faktor ruang merupakan faktor penting yang menentukan
produktivitas suatu ekosistem. Untuk itu dilakukanlah pengukuran produktivitas
pada suatu organisme.
B.
Tujuan
1.
Menentukan perubahan produksi dalam biomassa selama kurun
waktu tertentu
2.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
BAB II
LANDASAN TEORI
Produktivitas adalah laju produksi makhluk hidup dalam ekosistem.
Produktivitas ekosistem merupakan suatu indeks yang mengintegrasikan pengaruh
kumulatif dari banyak proses dan interaksi yang berlangsung simultan di dalam
ekosistem. Jika produktivitas pada suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam
jangka waktu yang lama maka hal ini menandakan kondisi lingkungan yang stabil,
tetapi jika terjadi perubahan yang dramatis, maka menunjukkan telah terjadi
perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam
interaksi di antara organisme-organisme yang menyusun ekosistem (Jordan, 1985).
Aliran
energi di dalam ekosistem berhubungan dengan konsep produktivitas.
Tumbuh-tumbuhan berklorofil mampu menangkap energi cahaya dan mengolah serta
menyimpannya menjadi energi kimia berupa bahan organik. Energi kimia yang
disimpan oleh tumbuh-tumbuhan (produsen) disebut produksi atau lebih khusus
lagi produksi primer. Energi kimia ini merupakan energi pertama dari bentuk
penyimpanan energi. Kecepatan akumulasi energi pada produsen (autotrof) dikenal
sebagai produktivitas primer. Produktivitas primer adalah jumlah total energi
kimia berupa bahan organik yang dibentuk oleh tumbuh-tumbuhan per satuan luas,
per satuan waktu, sering ditulis dengan calori/cm2/tahun atau bahan
organik kering dalam gram/m2/tahun .
Jumlah
bahan organik pada waktu tertentu persatuan luas disebut hasil bawaan (standing crop) atau biomassa. Hasil
bawaan selalu dituliskan sebagai berat kering dalam gram/m2 atau
kg/m2 atau 106 gram/hektar. Produktivitas primer merupakan
hasil fotosintesis oleh tumbuhan berklorofil termasuk ganggang. Fotosintesis
oleh bakteri dan kemosintesis juga menyokong produktivitas primer walupun hasil
keduanya sangat kecil. Jumlah total yang ditangkap dalam bentuk bahan makanan
oleh tumbuhan dengan proses fotosintesis disebut produktivitas primer kotor.
Sebagian
hasil produksi primer digunakan oleh tumbuh-tumbuhan di dalam proses respirasi.
Jumlah total energi kimia berupa bahan organik per satuan luas, per satuan
waktu setelah dikurangi energi untuk resprasi disebut produktivitas primer bersih. Produktivitas primer bersih inilah
yang berguna untuk manusia dan hewan (Dirdjosoemarto, 1993).
Organisme heterotrof mensintesis kembali energi yang
diperolehnya dan disimpan dalam jaringan heterotrof disebut produktivitas
sekunder. Produktivitas sekunder
merupakan produktivitas hewan dan saproba dalam komunitas. Produktivitas
komunitas diartikan sebagai jumlah bahan organik yang tersimpan dan tidak
digunakan oleh heterotrof. Contohnya produksi primer bersih dikurangi konsumen
heterotrof. Hewan adalah organisme yang tidak dapat membuat makanan sendiri
(heterotrof), oleh sebab itu kebutuhannya akan energi tergantung pada produksi
primer bersih.
Menurut Jordan (1985) dalam Wiharto (2007), Jika
produktivitas suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang
lama maka hal itu menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika
perubahan yang dramatis maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan
yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara
organisme penyusun eksosistem. Menurut Campbell (2002), terjadinya perbedaan
produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya
faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan
produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam
lingkungan.
Produktivitas
pada ekosistem dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a.
Suhu
Berdasarkan
gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari wilayah
kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor
dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu
yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi
tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan
produktivitas.
b.
Cahaya
Cahaya
merupakan sumber energi primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang
sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energi cahaya
tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya.
Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama
penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis
yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer.
c.
Air,
curah hujan dan kelembaban
Air merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis,
sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap aktivitas
fotosintetik. Secara kimiwi air berperan sebagai pelarut universal, keberadaan
air memungkinkan membawa serta nutrient yang dibutuhkan oleh tumbuhan.
Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan air dalam
ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan air di atmosfer
dalam bentuk uap. Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai
air hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung
sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat ideal tumbuhan
terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas.
d.
Nutrien
Tumbuhan
membutuhkan berbagai ragam nutrient anorganik, beberapa dalam jumlah yang
relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya
penting. Pada beberapa ekosistem terrestrial, nutrient organic merupakan faktor
pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan
berhenti jika suatu nutrient spesifik atau nutrient tunggal tidak lagi terdapat
dalam jumlah yang mencukupi. Nutrient spesifik yang demikian disebut nutrient
pembatas (limiting
nutrient). Pada banyak
ekosistem nitrogen
dan fosfor merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan
bahwa CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas.
e.
Tanah
Potensi
ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh
diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan
oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan
basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air
(H2O) akan membentuk asam karbonat (H2CO3 )
yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-)
dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen
selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian
bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi
ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah (Wiharto, 2007).
f.
Herbivora
Menurut
Barbour at al.
(1987) dalam Wiharto
(2007), sekitar 10 % dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh
herbivora biofag. Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat. Namun
demikian, menurut McNaughton dan Wolf (1998) bahwa akibat yang ditimbulkan oleh
herbivore pada produktivitas primer sangat sedikit sekali diketahui. Bahkan
hubunga antar herbivore dan produktivitas primer bersih kemungkinan bersifat
kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi produktivitas tumbuhan sehingga
meningkat mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat menurun jika
intensitasnya optimum.
Jordan (1985) dalam
Wiharto (2007) menyatakan, bahwa walaupun defoliasi pada individu
pohon secara menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini disebabkan oleh
tingginya keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Selain itu, banyak pohon
mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu
yang jika dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi
herbivora.
Pengukuran
Produktivitas
Produktivitas harus diukur selama waktu yang tepat, karena
terdapat perbedaan metabolisme selama siang dan malam hari. Perbedaan
metabolisme juga terjadi antar musim, oleh sebab itu pengukuran energi dalam
skala tahunan. Berbagai metode dilakukan untuk mengukur produktivitas primer,
setiap prosedur memiliki keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri. Salah satu
metode dalam pengukuran produktivitas primer yang biasa digunakan adalah metode
pemanenan.
Metode
ini merupakan metode paling awal dalam mengukur produktivitas primer. Caranya
adalah dengan memotong bagian tanaman yang berada di atas permukaan tanah, baik
pada tumbuhan yang tumbuh di tanah maupun yang tumbuh di dalam air. Bagian
tanaman yang dipotong selanjutnya dipanaskan sampai seluruh airnya hilang atau
beratnya konstan. Materi tersebut ditimbang, dan produktivitas primer
dinyatakan dalam biomassa per unit area per unit waktu, misalnya sebagai gram
berat kering/m2/tahun. Metode ini menunjukan perubahan berat
kering selama periode waktu tertentu.
Metode ini memang tidak cocok untuk mengukur produktivitas
primer fitoplankton, karena ada beberapa kesalahan, misalnya perubahan biomassa
yang terjadi tidak hanya diakibatkan oleh produktivitas tetapi juga
berkurangnya fitoplankton karena pemangsaan oleh hewan-hewan pada trofik di
atasnya, atau mungkin jumlah fitoplankton berubah karena gerakan air dan
pengadukan. Metode ini umum dilakukan untuk lingkungan terestrial.
BAB III
METODOLOGI
- Alat dan Bahan
- Alat
tulis dan kalkulator
- Koran
- Kuadrat
besi ukuran ½ X ½ m
- Gunting,
pisau, cutter
- Timbangan
- Oven
- Plastik
B. Cara kerja

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
- Hasil Pengamatan
Data Pengamatan metode pemanenan untuk pengukuran
produktivitas
Lokasi: dekat
Greenhouse
Luas lokasi
pengamatan: 0,5 m x 0,5 m = 0,25 m2
Waktu Panen
|
Cuaca
|
Kelembaban
|
Indikator perhitungan
|
Plot
|
Jumlah (gram)
|
Rata-rata (gr/m2/2minggu)
|
|
I
|
II
|
||||||
To
24 Maret 2011
|
Cerah
|
76%
|
Berat Basah
|
99,73 gram
|
149,86 gram
|
249,59
gram
|
124,79
gr/m2 /2minggu
|
T1
7 April 2011
|
Cerah
|
Tidak diamati
|
Berat Basah
|
36,5 gram
|
43,61
Gram
|
80,11
gram
|
40,055
gr/m2/
2minggu
|
T2
21 April 2011
|
Berawan
|
70%
|
Berat Basah
|
20,87
gram
|
54,41 gram
|
75,28
gram
|
37,64
gr/m2/
2minggu
|
Perbandingan
data pengamatan dengan kelampok lain (Kelompok 1)
Data Pengamatan metode pemanenan untuk pengukuran
produktivitas
Lokasi: dekat mading BPM
Luas lokasi pengamatan: 0,5 m x 0,5
m = 0,25 m2
Waktu Panen
|
Cuaca
|
Kelembaban
|
Indikator perhitungan
|
Plot
|
Jumlah (gram)
|
Rata-rata (gr/m2/2minggu)
|
|
I
|
II
|
||||||
To
24 Maret 2011
|
Cerah
|
Tidak diamati
|
Berat Basah
|
44,49 gram
|
26,53 gram
|
71,02
gram
|
35,51
gr/m2 /2minggu
|
T1
7 April 2011
|
Cerah
|
Tidak diamati
|
Berat Basah
|
30,7 gram
|
31,06
Gram
|
61,76
gram
|
30,88
gr/m2/
2minggu
|
T2
21 April 2011
|
Berawan
|
Tidak diamati
|
Berat Basah
|
21,19
gram
|
26,73 gram
|
47,92
gram
|
23,96
gr/m2/
2minggu
|
B. Pembahasan
Praktikum produktivitas kali ini menggunakan metode pemanenan yang
dilakukan dengan memotong bagian tumbuhan yang berada di atas permukaan tanah,
tumbuhan yang digunakan yaitu rerumputan pada plot yang berukuran 0,5 m x 0,5 m
sebanyak 2 plot. Pemanenan dilakukan setiap dua minggu sekali sebanyak 3 kali
pengambilan data. Pemanenan dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 08.00 s/d
09.50 wib. Produktivitas harus diukur selama
waktu yang tepat, karena terdapat perbedaan metabolisme selama siang dan malam
hari. Bagian tanaman yang dipotong selanjutnya ditimbang, dan produktivitas
primer dinyatakan dalam biomassa per unit area per unit waktu, yaitu gr/m2/2minggu.
Aliran energi di dalam ekosistem dimulai saat terjadinya
proses fiksasi pada proses fotosintesis. Melalui fotosintesis energi cahaya
diubah menjadi energi kimia organik yang disimpan oleh tumbuhan sebagai batang,
biji, daun, buah, umbi, dan lain-lain. Sejumlah energi yang dikumpulkan oleh
tumbuhan disebut sebagai produksi atau lebih khusus disebut sebagai produksi
primer. Laju penyimpanan energi pada tumbuhan disebut sebagai produktivitas
primer. Seluruh energi yang disimpan sebagai akibat proses fotosintesis disebut
sebagai produksi primer kotor. Tumbuhan juga membutuhkan sejumlah energi untuk
hidupnya. Energi yang dipakai untuk kehidupannya diambil dari hasil
fotosintesis melalui proses respirasi. Jadi energi yang disimpan oleh tumbuhan
setelah dikurangi dengan proses repirasi disebut produksi primer bersih.
Produksi dinyatakan dalam satuan energi/satuan area/satuan waktu atau satuan
biomassa/satuan area/satuan waktu. Misalnya Kkal/m2/tahun, gram/m3/hari,
daln lain-lain (Dharmawan, 2005).
Pada praktikum kali ini, secara umum diperoleh terjadinya penurunan berat
produktivitas dari pemanenan yang dilakukan. Hal ini menunjukkan terdapat
perubahan lingkungan yang nyata, hal tersebut didukung dengan teori menurut
Jordan (1985) dalam Wiharto (2007) yaitu jika produktivitas suatu ekosistem
hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal itu menandakan
kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang dramatis maka
menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi
perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme penyusun eksosistem.
Sedangkan menurut Campbell (2002) terjadinya perbedaan
produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya
faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam
pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim
dalam lingkungan. Hal ini diperjelas dengan keadaan cuaca plot yang tidak
menentu yaitu terkadang hujan dan terkadang panas bahkan dalam satu hari bisa
mengalami kedua cuaca tersebut. Terjadinya hujan menyebabkan banyaknya nitrogen
yang terfiksasi di udara, dan turun ke bumi bersama air hujan sehingga membuat
lahan menjadi subur.
Kelembaban pada plot yang diamati cukup tinggi dan merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya
jumlah produktivitas. Hal ini diperkuat dengan teori menurut Jordan (1995) dalam Wiharto (2007),
tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas
mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi proses ini
adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan lepasnya unsur
hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Suhu secara langsung ataupun tidak langsung
berpengaruh pada produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam mengontrol
reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat
meningkatkan laju maksimum fotosintesis.
Berbeda dengan kelompok lain, jumlah produktivitasnya lebih sedikit dari
yang praktikan dapatkan. Perbedaan ini disebabkan karena letak plot yang
diamati berbeda. Plot kelompok lain terletak di daerah yang menjadi jalan
protokol orang-orang dan daerah tersebut tidak terdapat tumbuhan lain
disekitarnya. Plot praktikan terletak di daerah yang bukan merupakan jalan protokol
orang-orang dan terdapat banyak tumbuhan lain disekitarnya. Daerah pengamatan
praktikan juga merupakan daerah yang terawat sehingga mendapat banyak nutrisi
yang membuat rumput di plot praktikan tummbuh dengan subur. Tetapi secara umum,
jumlah produktivitas kedua kelompok mengalami penurunan juga.
BAB V
KESIMPULAN
a.
Pengukuran produktivitas yang dilakukan dengan
menggunakan metode pemanenan menunjukkan perubahan jumlah produktivitas yaitu
rata-rata dari 124,79 gr/m2/2minggu pada
pemanenan awal menjadi 40,055 gr/m2/ 2minggu kemudian menurun
lagi menjadi 37,64 gr/m2/ 2minggu.
b.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya produktivitas
adalah cahaya, suhu, kelembaban, air, nutrien, tanah dan herbivor.
DAFTAR PUSTAKA
Dharmawan, Agus dkk. 2005. Ekologi Hewan.
Malang: Universitas Negeri Malang.
Hadisubroto, Tisno. 1989. Ekologi
Dasar. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Resosoedarmo, Soedjiran. 1986. Pengantar Ekologi. Bandung: Remadja
Karya CV.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar