Entri Populer

Sabtu, 12 Mei 2012

PRODUKTIVITAS


BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Untuk dapat mengetahui besar laju penggunaan maupun penghasil energi pada suatu organisme dapat dilakukan dengan pengukuran. Makhluk hidup dapat meghasilkan energi jika melakukan interaksi dengan mkhluk hidup lainnya.  Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya dan antara makhluk hidup dengan lingkungan abiotik. Interaksi dalam ekosistem didasari adanya hubungan saling membutuhkan antara sesama makhluk hidup dan adanya eksploitasi lingkungan abiotik untuk kebutuhan dasar hidup bagi makhluk hidup. Jika dilihat dari aspek kebutuhannya, sesungguhnya interaksi bagi makhluk hidup umumnya merupakan upaya mendapatkan energi bagi kelangsungan hidupnya yang meliputi pertumbuhan, pemeliharaan, reproduksi dan pergerakan.
Sumber energi primer bagi ekosistem adalah cahaya matahari. Energi cahaya matahari hanya dapat diserap oleh organisme tumbuhan  hijau dan organisme fotosintetik. Energi cahaya digunakan untuk mensintesis molekul anorganik menjadi molekul organik yang kaya energi. Molekul tersebut selanjutnya disimpan dalam bentuk makanan dalam tubuhnya dan menjadi sumber bahan organik bagi organisme lain yang heterotrof. Organisme yang memiliki kemampuan untuk mengikat energi dari lingkungan disebut produsen.
Setiap ekosistem atau komunitas, atau bagian-bagian lain memiliki produktivitas dasar atau disebut produktivitas primer. Dalam konsep produktivitas, faktor satuan waktu sangat penting, karena sistem kehidupan adalah proses yang berjalan secara sinambung. Selain waktu, faktor ruang merupakan faktor penting yang menentukan produktivitas suatu ekosistem. Untuk itu dilakukanlah pengukuran produktivitas pada suatu organisme.

B.           Tujuan
1.    Menentukan perubahan produksi dalam biomassa selama kurun waktu tertentu
2.    Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas


BAB II
LANDASAN TEORI
Produktivitas adalah laju produksi makhluk hidup dalam ekosistem. Produktivitas ekosistem merupakan suatu indeks yang mengintegrasikan pengaruh kumulatif dari banyak proses dan interaksi yang berlangsung simultan di dalam ekosistem. Jika produktivitas pada suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal ini menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika terjadi perubahan yang dramatis, maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme-organisme yang menyusun ekosistem (Jordan, 1985).
Aliran energi di dalam ekosistem berhubungan dengan konsep produktivitas. Tumbuh-tumbuhan berklorofil mampu menangkap energi cahaya dan mengolah serta menyimpannya menjadi energi kimia berupa bahan organik. Energi kimia yang disimpan oleh tumbuh-tumbuhan (produsen) disebut produksi atau lebih khusus lagi produksi primer. Energi kimia ini merupakan energi pertama dari bentuk penyimpanan energi. Kecepatan akumulasi energi pada produsen (autotrof) dikenal sebagai produktivitas primer. Produktivitas primer adalah jumlah total energi kimia berupa bahan organik yang dibentuk oleh tumbuh-tumbuhan per satuan luas, per satuan waktu, sering ditulis dengan calori/cm2/tahun atau bahan organik kering dalam gram/m2/tahun .
Jumlah bahan organik pada waktu tertentu persatuan luas disebut hasil bawaan (standing crop) atau biomassa. Hasil bawaan selalu dituliskan sebagai berat kering dalam gram/m2 atau kg/m2 atau 106 gram/hektar. Produktivitas primer merupakan hasil fotosintesis oleh tumbuhan berklorofil termasuk ganggang. Fotosintesis oleh bakteri dan kemosintesis juga menyokong produktivitas primer walupun hasil keduanya sangat kecil. Jumlah total yang ditangkap dalam bentuk bahan makanan oleh tumbuhan dengan proses fotosintesis disebut produktivitas primer kotor.
Sebagian hasil produksi primer digunakan oleh tumbuh-tumbuhan di dalam proses respirasi. Jumlah total energi kimia berupa bahan organik per satuan luas, per satuan waktu setelah dikurangi energi untuk resprasi disebut produktivitas primer  bersih. Produktivitas primer bersih inilah yang berguna untuk manusia dan hewan (Dirdjosoemarto, 1993).
Organisme heterotrof mensintesis kembali energi yang diperolehnya dan disimpan dalam jaringan heterotrof disebut produktivitas sekunder. Produktivitas sekunder  merupakan produktivitas hewan dan saproba dalam komunitas. Produktivitas komunitas diartikan sebagai jumlah bahan organik yang tersimpan dan tidak digunakan oleh heterotrof. Contohnya produksi primer bersih dikurangi konsumen heterotrof. Hewan adalah organisme yang tidak dapat membuat makanan sendiri (heterotrof), oleh sebab itu kebutuhannya akan energi tergantung pada produksi primer bersih.
Menurut Jordan (1985) dalam Wiharto (2007), Jika produktivitas suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal itu menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang dramatis maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme penyusun eksosistem. Menurut Campbell (2002), terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan.
Produktivitas pada ekosistem dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a.    Suhu
Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari wilayah kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas.
b.    Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energi cahaya tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer.
c.    Air, curah hujan dan kelembaban
Air merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik.  Secara kimiwi air berperan sebagai pelarut universal, keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrient yang dibutuhkan oleh tumbuhan.
Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan air dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan air di atmosfer dalam bentuk uap. Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas.
d.    Nutrien
Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrient anorganik, beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem terrestrial, nutrient organic merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrient spesifik atau nutrient tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrient spesifik yang demikian disebut nutrient pembatas (limiting nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas.
e.    Tanah 
Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam karbonat (H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah (Wiharto, 2007).
f.     Herbivora
Menurut Barbour at al. (1987) dalam Wiharto (2007), sekitar 10 % dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag. Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat. Namun demikian, menurut McNaughton dan Wolf (1998) bahwa akibat yang ditimbulkan oleh herbivore pada produktivitas primer sangat sedikit sekali diketahui. Bahkan hubunga antar herbivore dan produktivitas primer bersih kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi produktivitas tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat menurun jika intensitasnya optimum. 
Jordan (1985) dalam Wiharto (2007) menyatakan, bahwa walaupun defoliasi pada individu pohon secara menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini disebabkan oleh tingginya keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Selain itu, banyak pohon mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu yang jika dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi herbivora.
Pengukuran Produktivitas
Produktivitas harus diukur selama waktu yang tepat, karena terdapat perbedaan metabolisme selama siang dan malam hari. Perbedaan metabolisme juga terjadi antar musim, oleh sebab itu pengukuran energi dalam skala tahunan. Berbagai metode dilakukan untuk mengukur produktivitas primer, setiap prosedur memiliki keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri. Salah satu metode dalam pengukuran produktivitas primer yang biasa digunakan adalah metode pemanenan.
Metode ini merupakan metode paling awal dalam mengukur produktivitas primer. Caranya adalah dengan memotong bagian tanaman yang berada di atas permukaan tanah, baik pada tumbuhan yang tumbuh di tanah maupun yang tumbuh di dalam air. Bagian tanaman yang dipotong selanjutnya dipanaskan sampai seluruh airnya hilang atau beratnya konstan. Materi tersebut ditimbang, dan produktivitas primer dinyatakan dalam biomassa per unit area per unit waktu, misalnya sebagai gram berat kering/m2/tahun. Metode ini menunjukan perubahan berat kering selama periode waktu tertentu.
Metode ini memang tidak cocok untuk mengukur produktivitas primer fitoplankton, karena ada beberapa kesalahan, misalnya perubahan biomassa yang terjadi tidak hanya diakibatkan oleh produktivitas tetapi juga berkurangnya fitoplankton karena pemangsaan oleh hewan-hewan pada trofik di atasnya, atau mungkin jumlah fitoplankton berubah karena gerakan air dan pengadukan. Metode ini umum dilakukan untuk lingkungan terestrial.


BAB III
METODOLOGI
  1. Alat dan Bahan
    1. Alat tulis dan kalkulator
    2. Koran
    3. Kuadrat besi ukuran ½ X ½ m
    4. Gunting, pisau, cutter
    5. Timbangan
    6. Oven
    7. Plastik

B.   Cara kerja










BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

  1. Hasil Pengamatan
Data Pengamatan metode pemanenan untuk pengukuran produktivitas
Lokasi: dekat Greenhouse
Luas lokasi pengamatan: 0,5 m x 0,5 m = 0,25 m2
Waktu Panen
Cuaca
Kelembaban
Indikator perhitungan
Plot
Jumlah (gram)
Rata-rata  (gr/m2/2minggu)
I
II
To
24 Maret 2011
Cerah
76%
Berat Basah
99,73 gram
149,86  gram
249,59
gram
124,79
gr/m2 /2minggu
T1
7 April 2011
Cerah
Tidak diamati
Berat Basah
36,5 gram
43,61
Gram
80,11
gram
40,055
gr/m2/ 2minggu
T2
21 April 2011
Berawan
70%
Berat Basah
20,87
gram
54,41 gram
75,28
gram
37,64
gr/m2/ 2minggu

Perbandingan data pengamatan dengan kelampok lain (Kelompok 1)
Data Pengamatan metode pemanenan untuk pengukuran produktivitas
Lokasi: dekat mading BPM
Luas lokasi pengamatan: 0,5 m x 0,5 m = 0,25 m2
Waktu Panen
Cuaca
Kelembaban
Indikator perhitungan
Plot
Jumlah (gram)
Rata-rata  (gr/m2/2minggu)
I
II
To
24 Maret 2011
Cerah
Tidak diamati
Berat Basah
44,49 gram
26,53  gram
71,02
gram
35,51
gr/m2 /2minggu
T1
7 April 2011
Cerah
Tidak diamati
Berat Basah
30,7 gram
31,06
Gram
61,76
gram
30,88
gr/m2/ 2minggu
T2
21 April 2011
Berawan
Tidak diamati
Berat Basah
21,19
gram
26,73 gram
47,92
gram
23,96
gr/m2/ 2minggu

B.   Pembahasan
Praktikum produktivitas kali ini menggunakan metode pemanenan yang dilakukan dengan memotong bagian tumbuhan yang berada di atas permukaan tanah, tumbuhan yang digunakan yaitu rerumputan pada plot yang berukuran 0,5 m x 0,5 m sebanyak 2 plot. Pemanenan dilakukan setiap dua minggu sekali sebanyak 3 kali pengambilan data. Pemanenan dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 08.00 s/d 09.50 wib. Produktivitas harus diukur selama waktu yang tepat, karena terdapat perbedaan metabolisme selama siang dan malam hari. Bagian tanaman yang dipotong selanjutnya ditimbang, dan produktivitas primer dinyatakan dalam biomassa per unit area per unit waktu, yaitu gr/m2/2minggu.
Aliran energi di dalam ekosistem dimulai saat terjadinya proses fiksasi pada proses fotosintesis. Melalui fotosintesis energi cahaya diubah menjadi energi kimia organik yang disimpan oleh tumbuhan sebagai batang, biji, daun, buah, umbi, dan lain-lain. Sejumlah energi yang dikumpulkan oleh tumbuhan disebut sebagai produksi atau lebih khusus disebut sebagai produksi primer. Laju penyimpanan energi pada tumbuhan disebut sebagai produktivitas primer. Seluruh energi yang disimpan sebagai akibat proses fotosintesis disebut sebagai produksi primer kotor. Tumbuhan juga membutuhkan sejumlah energi untuk hidupnya. Energi yang dipakai untuk kehidupannya diambil dari hasil fotosintesis melalui proses respirasi. Jadi energi yang disimpan oleh tumbuhan setelah dikurangi dengan proses repirasi disebut produksi primer bersih. Produksi dinyatakan dalam satuan energi/satuan area/satuan waktu atau satuan biomassa/satuan area/satuan waktu. Misalnya Kkal/m2/tahun, gram/m3/hari, daln lain-lain (Dharmawan, 2005).
Pada praktikum kali ini, secara umum diperoleh terjadinya penurunan berat produktivitas dari pemanenan yang dilakukan. Hal ini menunjukkan terdapat perubahan lingkungan yang nyata, hal tersebut didukung dengan teori menurut Jordan (1985) dalam Wiharto (2007) yaitu jika produktivitas suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal itu menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang dramatis maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme penyusun eksosistem.
Sedangkan menurut Campbell (2002) terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan. Hal ini diperjelas dengan keadaan cuaca plot yang tidak menentu yaitu terkadang hujan dan terkadang panas bahkan dalam satu hari bisa mengalami kedua cuaca tersebut. Terjadinya hujan menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun ke bumi bersama air hujan sehingga membuat lahan menjadi subur.
Kelembaban pada plot yang diamati cukup tinggi dan  merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya jumlah produktivitas. Hal ini diperkuat dengan teori menurut Jordan (1995) dalam Wiharto (2007), tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan lepasnya unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis.
Berbeda dengan kelompok lain, jumlah produktivitasnya lebih sedikit dari yang praktikan dapatkan. Perbedaan ini disebabkan karena letak plot yang diamati berbeda. Plot kelompok lain terletak di daerah yang menjadi jalan protokol orang-orang dan daerah tersebut tidak terdapat tumbuhan lain disekitarnya. Plot praktikan terletak di daerah yang bukan merupakan jalan protokol orang-orang dan terdapat banyak tumbuhan lain disekitarnya. Daerah pengamatan praktikan juga merupakan daerah yang terawat sehingga mendapat banyak nutrisi yang membuat rumput di plot praktikan tummbuh dengan subur. Tetapi secara umum, jumlah produktivitas kedua kelompok mengalami penurunan juga.

BAB V
KESIMPULAN

a.    Pengukuran produktivitas yang dilakukan dengan menggunakan metode pemanenan menunjukkan perubahan jumlah produktivitas yaitu rata-rata dari 124,79 gr/m2/2minggu pada pemanenan awal menjadi 40,055 gr/m2/ 2minggu kemudian menurun lagi menjadi 37,64 gr/m2/ 2minggu.
b.    Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya produktivitas adalah cahaya, suhu, kelembaban, air, nutrien, tanah dan herbivor.

DAFTAR PUSTAKA

Dharmawan, Agus dkk. 2005. Ekologi Hewan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Hadisubroto, Tisno. 1989. Ekologi Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Resosoedarmo, Soedjiran. 1986. Pengantar Ekologi. Bandung: Remadja Karya CV.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar