A. JUDUL PERCOBAAN
Suhu Badan, Berat Badan dan Tinggi Badan, dan Denyut Nadi
B. TUJUAN
1. Suhu Badan
-
Mengetahui tempat
pengukuran suhu tubuh
-
Mengetahui beberapa
faktor yang mempengaruhi suhu tubuh
-
Mengetahui cara
mengukur suhu tubuh
-
Mengukur suhu tubuh
2. Berat Badan dan Tinggi Badan
-
Mengetahui
cara mengukur berat badan dan tinggi badan.
-
Mengukur
berat badan dan tinggi badan.
-
Menghitung
nilai Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index).
3. Denyut Nadi
-
Mengetahui
tempat pengukuran denyut nadi.
-
Mengetahui
karakteristik denyut nadi.
-
Mengetahui
cara mengukur denyut nadi.
-
Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi denyut nadi.
-
Melakukan
pengukuran denyut nadi.
C. TINJAUAN TEORI
1. Suhu Tubuh
Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pengaturan
cairan tubuh, dan ekskresi adalah elemen-elemen dari homeostasis. Dalam
termoregulasi dikenal adanya hewan berdarah dingin dan hewan berdarah panas.
Atau biasa disebut dengan menggunakan istilah ektoterm dan endoterm yang
berhubungan dengan sumber panas utama tubuh hewan. Ektoterm adalah hewan yang
panas tubuhnya berasal dari lingkungan (menyerap panas lingkungan). Suhu tubuh
hewan ektoterm cenderung berfluktuasi, tergantung pada suhu lingkungan. Hewan
dalam kelompok ini adalah anggota invertebrata, ikan, amphibia, dan reptilia.
Sedangkan endoterm adalah hewan yang panas tubuhnya berasal dari hasil
metabolisme. Termoregulasi merupakan proses
homeostasis untuk menjaga agar suhu tubuh suatu hewan tetap dalam keadaan stabil atau steady state, dengan cara mengontrol dan
mengatur keseimbangan antara banyaknya energi (panas) yang diproduksi
(termogenesis) dengan energi (panas) yang dilepaskan (termolisis). (Suripto,
2010).
Suhu tubuh hewan ini lebih konstan. Endoterm
umum dijumpai pada kelompok burung (Aves), dan mamalia. Pengaruh suhu pada
lingkungan, hewan dibagi menjadi dua golongan, yaitu poikiloterm dan homoiterm.
Poikiloterm suhu tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan. Suhu tubuh bagian dalam
lebih tinggi dibandingkan dengan suhu tubuh luar. Hewan seperti ini juga
disebut hewan berdarah dingin. Dan hewan homoiterm sering disebut hewan
berdarah panas. Suhu inti adalah suhu didalam bagian tengah tubuh (organ-organ
abdomen dan toraks, susunan saraf pusat, dan otot rangka) yang secara
homeostatis dipertahankan pada suhu sekitar 37,8oC (Sherwood, 2001).
Pemakaian energi oleh tubuh, menghasilkan panas yang
penting dalam pengaturan suhu. Sebagian besar energi makanan akhirnya diubah
menjadi energi panas. Perlunya tubuh menghasilkan panas secara internal karena
manusia hidup di lingkungan yang suhunya lebih dingin dari suhu tubuhnya.
Pembentukkan panaspun akhirnya bergantung pada peristiwa oksidasi bahan
metabolik makanan. Interaksi/pertukaran panas antara hewan dan lingkungannya dapat terjadi
melalui empat cara yaitu konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi. Dalam lingkungan akuatik, hewan tidak
mungkin melepaskan panas tubuh dengan cara evaporasi. Pelepasan panas melalui
radiasi juga sangat kecil kemungkinannya karena air merupakan penyerap radiasi
inframerah yang efektif. (Isnaeni,2006).
Suhu tubuh yang biasa dikatakan normal berkisar pada
37oC. Namun, sebenarnya tidak ada suhu yang normal, karena suhu
bervariasi dari organ ke organ. Dalam termoregulatorik, tubuh dapat dianggap
sebagai suatu inti di tengah (central core) dengan lapisan pembungkus di
sebelah luar (outer shell). Yang termasuk suhu inti berada pada organ-organ
abdomen dan toraks, sistem saraf pusat serta otot rangka. Suhu inti internal
inilah yang dianggap sebagai suhu tubuh yang harus dipertahankan kestabilannya.
Penambahan panas harus seimbang dengan pengurangan panas agar suhu inti tetap
stabil. Suhu inti mengandung panas total tubuh maka untuk mempertahankan
kandungan panas yang konstan sehingga suhu inti stabil. Pemasukan panas melalui
penambahan panas dari lingkungan eksternal dan produksi panas internal.
Sedangkan pengurangan panas terjadi melalui pengurangan panas dari permukaan tubuh
yang terpejan ke lingkungan eksternal. Biasanya manusia berada di lingkungan
yang suhunya lebih dingin daripada tubuh mereka, sehingga ia harus terus
menerus menghasilkan panas secara internal untuk mempertahankan suhu tubuhnya.
Pembentukan panas akhirnya bergantung pada oksidasi bahan bakar metabolik yang
berasal dari makanan (Isnaeni, 2006).
Karena fungsi sel peka terhadap fluktuasi suhu
internal, manusia secara homeostatis mempertahankan suhu tubuh pada tingkat
yang optimal bagi kelangsungan metabolisme yang stabil. Bahkan peningkatan suhu
tubuh sedikit saja sudah dapat menimbulkan gangguan fungsi saraf dan denaturasi
protein yang ireversibel. Suhu tubuh normal secara tradisional dianggap berada
pada 370C (98,60F). Namun sebenarnya tidak ada suhu tubuh
“normal” karena suhu bervariasi dari organ ke organ. Dari sudut pandang
termoregulatorik, tubuh dapat dianggap sebagai suatu inti di tengah (central core) dengan lapisan pembungkus di sebelah luar
(outer shell). Suhu di inti bagian dalam yang terdiri dari organ-organ
abdomen dan toraks, sistem saraf pusat, serta otot rangka, umumnya relative
konstan sekitar 37,80C (1000F) . Suhu inti internal
inilah yang dianggap sebagai suhu tubuh dan menjadi subjek pengaturan ketat
untuk mempertahankan kestabilannya. Suhu kulit dapat berfluktuasi antara 200C
(680F) dan 400C (1040F) tanpa mengalami
kerusakan. Ini karena suhu kulit sengaja diubah-ubah sebagai tindakan kontrol
untuk membantu mempertahankan agar suhu di tengah tetap konstan
(Sherwood, 2001)
Suhu oral rata-rata adalah 370C (98,60F),
dengan rentang normal 36,1 sampai 37, 0C (97-990F). Suhu
rektum rata-rata sekitar 0,60C (10F) lebih tinggi, yaitu
37,60C (99,70F), berkisar dari 36,1 sampai 37,80C
(97-1000F). ukuran tersebut bukan merupakan petunjuk absolute suhu
inti internal, yang rata-rata sekitar 37,80C (1000F).
Walaupun suhu inti dipertahankan relatif konstan, terdapat beberapa faktor yang
sedikit dapat mengubahnya, antara lain :
1.
Sebagian besar
suhu inti manusia dalam keadaan normal bervariasi sekitar 10C (1,80F)
selama siang hari, dengan tingkat terendah terjadi di pagi hari sebelum bangun
(jam 6-7 pagi) dan titik tertinggi terjadi di sore hari (jam 5-7 sore). Variasi
ini disebabkan oleh irama biologis inheren atau “jam biologis”.
2.
Suhu inti wanita
juga mengalami irama bulanan dalam kaitannya dengan daur haid. Suhu inti
rata-rata 0,50C (0,90F) lebih tinggi selama separuh
terakhir siklus dari saat ovulasi ke haid.
3.
Suhu inti
meningkat selama olahraga karena peningkatan luar biasa produksi panas oleh
otot-otot yang berkontraksi. Selama olahraga berat, suhu inti dapat meningkat
sampai setinggi 400C (1040F).
4.
Karena mekanisme
pengatur suhu tidak 100% efektif, suhu inti dapat sedikit berubah-ubah jika
tubuh terpajan ke suhu yang ekstrim.
Dengan demikian, suhu inti dapat bervariasi antara
sekitar 35,60C sampai 400C (960F-1040F),
tetapi biasanya menyimpang kurang dari beberapa derajat. Nilai yang relatif
konstan ini dimungkinkan oleh adanya berbagai mekanisme termoregulatorik yang
dikoordinasikan oleh hipotalamus.
Hipotalamus berfungsi sebagai thermostat tubuh.
Hipotalamus sebagai pusat intergrasi termoregulasi tubuh, menerima informasi
aferen mengenai suhu di berbagai bagian tubuh dan memulai
penyesuaian-penyesuaian terkoordinasi yang sangat rumit dalam mekanisme penambahan
atau pengurangan panas sesuai dengan keperluan untuk mengkoreksi setiap
penyimpangan suhu inti dari “patokan normal”. Hipotalamus mampu berespons
terhadap perubahan suhu darah sekecil 0,01 0C. tingkat respons
hipotalamus terhadap penyimpangan suhu tubuh disesuaikan secara sangat cermat,
sehingga panas yang dihasilkan atau dikeluarkan sangat sesuai dengan kebutuhan
untuk memulihkan suhu ke normal (isnaeni, 2006).
Untuk membuat penyesuaian-penyesuaian hingga terjadi
keseimbangan antara mekanisme pengurangan panas dan mekanisme penambahan serta
konservasi panas, hipotalamus harus secara terus menerus mandapat informasi
mengenai suhu kulit dan suhu inti melalui reseptor-reseptor khusus yang peka
suhu yang disebut termoreseptor.
Termoreseptor perifer memantau suhu kulit di seluruh tubuh dan menyalurkan
informasi mengenai perubahan suhu permukaan ke hipotalamus. Suhu inti dipantau
oleh termoreseptor sentral, yang terletak di hipotalamus itu sendiri serta di
tempat lain di susunan saraf pusat dan organ-organ abdomen (Isnaeni, 2006).
Di hipotalamus
terdapat dua pusat pengaturan suhu. Regio posterior diaktifkan oleh suhu dingin
dan kemudian memici reflex-refleks yang memperantarai produksi panas dan
konservasi panas. Regio anterior, yang memperantarai pengurangan panas(Sherwood,
2001).
Jalur Termoregulasi Utama

2. Berat Badan dan Tinggi Badan
Kegemukan dan obesitas merupakan dua hal yang berbeda. Namun, keduanya
sama-sama menunjukkan adanya penumpukan lemak yang berlebihan di dalam tubuh,
yang ditandai dengan peningkatan nilai indeks masa tubuh di atas normal.
Microbial community atau komunitas mikrobia merupakan sekelompok mikroba
yangt hidup pada suatu bagian tubuh tertentu pada manusia. Keberadaan mikroba ini
dapat menyebabkan terjadinya obesitas. Contohnya serat didalam usus besar akan
terkonvensi menjadi glukosa dengan bantuan mikroorganisme yang menghasilkan
enzim selulase akan terurai menjadi SCFA (Sort Chain Fatty Acid), CO2 dan H2.
Keberadaan CO2 dan H2 ini akan menekan kadar SCFA. CO2 dan H2 ini dapat
meembentuk CH4 bila terdapat bakteri meatanoge Methanobacterium smithii. Bila jumlah Methanobacterium smithii
berlebih, maka produksi SCFA di dalam usus besar akan meningkat karena sebagian
besar CO2 dan H2 akan terkonvensi menjadi CH4. Akibatnya SCFA akan tertimmbun
di dalam tubuh dan teerjadilah obesitas. Jadi, tidak menutup kemungkinan
seseorang vegetarian dapat mengalami obesitas walaupun dia hanya menkonsumsi
seraat atau sayur bila jumlah Methanobacterium smithii berlebih di dalam tubuh. Obesitas adalah penimbunan lemak yang
berlebihan pada jaringan tubuh. Obesitas dapat dikenali dengan tanda dan gejala
sebagai berikut: dagu rangkap, leher relative pendek, dada yang menggembung
dengan payudara yang membesar mengandung lemak, perut membuncit dan dinding
perut berlipat-lipat seta kedua tungkai umumnya berbentuk X dengan pangkal paha
bagian dalam saling menempel menyebabkan laserasi dan ulserasi yang dapat
menimbulkan bau tak sedap.
Studi tentang pasien gemuk
sekali menunjukkan bahwa suatu proporsi kegemukan yang sangat besar diakibatkan
oleh faktor pshychogenic. barangkali faktor pshychogenic yang paling umum
contributingto kemegukan menjadi gagasan yang lazim yang sehat makan kebiasaan
memerlukan tiga makanan [adalah] suatu hari dan bahwa masing-masing makanan
harus mengisi. (Guyton :2001)
Penderita obesitas mengalami penumpukan lemak yang lebih banyak
dibandingkan dengan penderita kegemukan untuk jangka waktu yang lama, dan
beresiko lebih tinggi untuk terkena beberapa penyakit jantung, hipertensi,
diabetes mellitus tipe 2 dan sebagainya.
Obesitas menyebabkan peradangan yang merusakkan gondok, yang mana mengeluarkan hormon untuk mengatur metabolisme dan fungsi penting lain. mereka mengevaluasi 186 di atas berat/beban dan anak-anak gemuk sekali untuk sekitar tiga tahun, menguji thryoid hormon mengukur dan zat darah penyerang kuman gondok dan imaging kelenjar/penekan yang gondok menggunakan ultrasound. Penanganan obesitas mempunyai beberapa cara tatalaksana diet, adalah tetap menyediakan makanan dengan nutrient yang cukup optimum (nutrisi seimbang), serta yang perlu diperhatikan adalah membiasakan hidup sehat. Hanya dalam mengeliminasi makanan kecil, mengurangi makanan mengandung tinggi gula / lemak atau minum-minuman manis dapat menghasilakn penurunan berat badan. Cara mengatur makanan lain yaitu dengan cara diet traffic light, makanan dibagi dalam kelompok seperti warna traffic light. Makanan-makanan dikategorikan kedalam makanan hijau yaitu makanan yan dapat dimakan dalam jumlah tanpa batas, sebagai contoh makanan non fat/low fat adalah : ikan, sebagian besar buah-buahan dan sayur-sayuran, susu rendah/bebas lemak, keju bebas lemak. Makanan kuning, seperti gandum, ubi rambat. Makanan dalam kategori kuning boleh dikonsumsi secara terbatas yaitu hanya dalam waktu makan. Yang termasuk makanan merah adalah makanan yang tidak boleh dimakan atau boleh dimakan hanya seminggu sekali, meliputi : makanan tinggi lemak, kacang-kacangan, margarine, cokelat, makanan digoreng. Diet dengan cara mengurangi konsumsi makanan dalam kelompok makanan merah menunjukkan keberhasilan bila dikombinasikan dengan komponen perubahan perilaku dan aktifitas fisik. Diet tersebut sama dengan diet rendah lemak jenuh, gula dan garam, serta makan banyak sayuran dan buah. Ketika di atas berat badan mencoba untuk menyimpan semua untuk mampu memberi makan dirinya sendiri lebih baik, tetapi yang semakin gemuk mengenakan semakin itu berpikir harus mendukung berat/beban ekstra. ketika badan adalah di bawah berat/beban dan ilmu gizi bukanlah suatu masalah sangat mencoba untuk menyimpan semua gemuk, metabolisme adalah tinggi/kelebihan di dalam makanan dan kamu lewat segalanya selain itu, yang gemuk ketika kamu mempunyai semua jenis ilmu gizi dan makanan yang nampaknya tanpa akhir.
Obesitas menyebabkan peradangan yang merusakkan gondok, yang mana mengeluarkan hormon untuk mengatur metabolisme dan fungsi penting lain. mereka mengevaluasi 186 di atas berat/beban dan anak-anak gemuk sekali untuk sekitar tiga tahun, menguji thryoid hormon mengukur dan zat darah penyerang kuman gondok dan imaging kelenjar/penekan yang gondok menggunakan ultrasound. Penanganan obesitas mempunyai beberapa cara tatalaksana diet, adalah tetap menyediakan makanan dengan nutrient yang cukup optimum (nutrisi seimbang), serta yang perlu diperhatikan adalah membiasakan hidup sehat. Hanya dalam mengeliminasi makanan kecil, mengurangi makanan mengandung tinggi gula / lemak atau minum-minuman manis dapat menghasilakn penurunan berat badan. Cara mengatur makanan lain yaitu dengan cara diet traffic light, makanan dibagi dalam kelompok seperti warna traffic light. Makanan-makanan dikategorikan kedalam makanan hijau yaitu makanan yan dapat dimakan dalam jumlah tanpa batas, sebagai contoh makanan non fat/low fat adalah : ikan, sebagian besar buah-buahan dan sayur-sayuran, susu rendah/bebas lemak, keju bebas lemak. Makanan kuning, seperti gandum, ubi rambat. Makanan dalam kategori kuning boleh dikonsumsi secara terbatas yaitu hanya dalam waktu makan. Yang termasuk makanan merah adalah makanan yang tidak boleh dimakan atau boleh dimakan hanya seminggu sekali, meliputi : makanan tinggi lemak, kacang-kacangan, margarine, cokelat, makanan digoreng. Diet dengan cara mengurangi konsumsi makanan dalam kelompok makanan merah menunjukkan keberhasilan bila dikombinasikan dengan komponen perubahan perilaku dan aktifitas fisik. Diet tersebut sama dengan diet rendah lemak jenuh, gula dan garam, serta makan banyak sayuran dan buah. Ketika di atas berat badan mencoba untuk menyimpan semua untuk mampu memberi makan dirinya sendiri lebih baik, tetapi yang semakin gemuk mengenakan semakin itu berpikir harus mendukung berat/beban ekstra. ketika badan adalah di bawah berat/beban dan ilmu gizi bukanlah suatu masalah sangat mencoba untuk menyimpan semua gemuk, metabolisme adalah tinggi/kelebihan di dalam makanan dan kamu lewat segalanya selain itu, yang gemuk ketika kamu mempunyai semua jenis ilmu gizi dan makanan yang nampaknya tanpa akhir.
Beberapa cara untuk menentukan obesitas diantaranya desintrometri,
pengukuran total kalium tubuh, total air tubuh, USG,CT,MRI, pengukuran
antropometri dengan mengkur berat badan total, tinggi badan, tebal lemak
subkutis, anjang lingkar bagian tubuh tertentu, dan perhitungan berdasarkan
nilai angka antropometri, diantaranya BMI,WHR, indeks ponderal, indeks broca,
v/s,w/sks/,tetapi semuanya belum dapat digunakan sebagai standar utama mengukur
total lemak tubuh. Cara yang paling sering digunakan diklinik dan dilapangan
dalam menetukan obesitas adalah mengukur berat badan relative (berat badan
subyek dibagi berat badan standar untuk tinggi tertentu), dan indeks masa tubuh
(IMT/BMI), berat dibagi kuadrat
tinggi badan. Dari segi makanan, hendaknya untuk sementara mengurangi atau
sementara mmengurangi atau bahkan bahkan menghindari makanan yang berlemak,
begitu juga makanan yang manis-manis. Makanan sumber lemak tinggi banyak
terdapat makanan “fast foot” dan lain-lain yang memiliki kontribusi terhaadap
kegemukan. Sangat dianjurkan mengkonsumsikan makanaan bersderta tinggi. Serat
makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti sayuran dan buah-buahan
mempunyai efek mengenyangkan dan relative rendah kalori tetapi kaya akan
vitamin dan mineral. Satuan
standard energi menjadi kalori, menggambarkan sebagai temperatur 1 g air 1
derajat tingkat, dari 15 [bagi/kepada] 16 celcius, apakah unit kalori gram,
kalori kecil, atau kalori standard. unit yang biasanya yang digunakan di dalam
phsyology dan obat kedokteran menjadi kalori, atau kilokalori. ( w.f.ganong: 2000).
3. Denyut Nadi
Nadi perifer
adalah gelombang yang berjalan dalam pembuluh darah arteri akibat keluarnya
sejumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri (stroke volume) ke arah
dinding aorta. Dinding aorta mengalami disternsi setiap kali terjadi stroke
volume sehingga menimbulkan gelombang denyut yang berjalan dengan cepat dalam
pembuluh arteri (Murtiati et all,
2010).
Denyut arteri
adalah suatu gelombang yang teraba pada arteri bila darah dipompa keluar
jantung. Denyut ini mudah diraba di suatu tempat di mana arteri melintasi
sebuah tulang yang terletak dekat permukaan. Seperti misalnya: arteri radialis
di sebelah depan pergelangan tangan, arteri temporalis di atas tulang temporal,
atau arteri dorsalis pedis di belokan mata kaki. Yang teraba bukan darah yang
dipompa oleh jantung masuk ke dalam aorta melainkan gelombang tekanan yang
dialihkan dari aorta dan merambat lebih cepat daripada darah itu sendiri
(Evelyn, 2006).
Ada 2 faktor
yang bertanggung jawab bagi kelangsungan denyutan yang dapat dirasakan, yaitu:
1. Pemberian darah secara berkala dengan
selang waktu pendek dari jantung ke aorta, yang tekanannya berganti-ganti naik
turun dalam pembuluh darah. Bila darah mengalir tetap dari jantung ke aorta,
tekanan tetap, sehingga tidak ada denyutan.
2. Elastisitas dinding arteri yang
memungkinkannya meneruskan aliran darah dan aliran balik. Bila dinding tidak
elastis, seperti dinding sebuah gelas, masih tetap ada pergantian tekanan
tinggi rendah dalam sistol dan diastol ventrikel, namun dinding tersebut tidak
dapat melanjutkan aliran dan mengembalikan aliran sehingga denyut pun tidak
dapat dirasakan.
Setiap
kontraksi dan relaksasi ventrikel kiri akan mnyebabkan perubahan tekanan pada
arterinya yang ditunjukkan dengan membesar mengecilnya arteri, disebut juga
denyut nadi.
Denyut nadi
dapat dipakai sebagai tolok ukur kondisi jantung. Jadi, penting untuk
diketahui. Denyut nadi adalah frekuensi irama denyut/detak jantung yang dapat
dipalpasi (diraba) di permukaan kulit pada tempat-tempat tertentu. Frekuensi
denyut nadi pada umumnya sama dengan frekuensi denyut/detak jantung. Normalnya
denyut nadi sama dengan kecepatan denyut jantung. Kecepatan denyut nadi normal
pada orang dewasa adalah 60 – 100 kali per menit.
Kecepatan
normal denyut nadi (jumlah debaran setiap menit):
Pada bayi yang baru lahir 140
Selama tahun pertama 120
Selama tahun kedua 110
Pada umur 5 tahun 96 – 100
Pada umur 10 tahun 80 – 90
Pada orang dewasa 60 – 80 (Evelyn, 2006).
Denyut Nadi
yang Perlu Diketahui
a. Nadi Basal (nadi saat baru bangun tidur,
sebelum bangkit dari tidur)
b. Nadi Istirahat (nadi waktu tidak bekerja)
c. Nadi Latihan (nadi saat latihan fisik)
Nadi
Pemulihan (nadi setelah selesai latihan fisik).
Tempat Meraba Denyut Nadi
Ada
beberapa tempat yang dapat digunakan mengukur denyut nadi, antara lain
radialis, temporalis, karotid, brachialis, femoralis, popliteal, tibia
posterior, dan pedal. Kecepatan denytu nadi normal pada orang dewasa adalah 60
– 100 kali/ menit. Denyut nadi dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, aktivitas,
status kesehatan, obat-obatan, kondisi emosional (stress), dan lain-lain
(Murtiati et all, 2010).
Denyut nadi dapat dipalpasi pada beberapa
tempat, misalnya:
a. Di pergelangan tangan bagian depan sebelah
atas pangkal ibu jari tangan (arteri radialis).
b. Di leher sebelah kiri/kanan depan otot
sterno cleido mastoideus (arteri carolis).
c. Di dada sebelah kiri, tepat di apex
jantung (arteri temperalis)
d. Di pelipis
Hal-hal yang Dapat Diperiksa pada Denyut
Nadi
a. Frekuensinya
b.
Isinya
c.
Iramanya (teratur/tidak teratur)
·
Frekuensi
nadi akan meningkat bila kerja jantung meningkat.
·
Bila
kita berlatih, maka dengan sendirinya frekuensi denyut nadi akan semakin cepat
sampai batas tertentu sesuai dengan beratnya latihan yang dilakukan.
·
Setelah
latihan selesai, frekuensi nadi akan turun lagi.
·
Orang
yang terlatih, nadi istirahatnya lebih lambat dibandingkan dengan orang yang
tidak terlatih.
Cara Menghitung
Denyut Nadi
Penghitungan denyut nadi secara
manual dapat dilakukan dengan cara:
a. Nadi dihitung selama 6 detik; hasilnya
dikalikan 10 atau
b. Nadi dihitung selama 10 detik; hasilnya
dikalikan 6 atau
c. Nadi dihitung selama 15 detik; hasilnya
dikalikan 4 atau
d. Nadi dihitung selama 30 detik; hasilnya
dikalikan 2.
Pada orang dewasa normal, denyut nadi saat
istirahat berkisar antara 60 - 80 denyut setiap menit. Penghitungan denyut nadi
juga dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut “Pulse-Monitor” atau
“Pulse-Meter”, yaitu alat elektronik yang dapat digunakan untuk mengukur
frekuensi nadi setiap menit.
Panjang Denyut Nadi
Istilah
panjang digunakan untuk menjelaskan bahwa denyut nadi tipe ini dibagi menjadi 3
bagian, yaitu: bagian pertama adalah awal denyut, bagian kedua adalah puncak
denyut dan bagian ketiga adalah akhir denyut.
Denyut
nadi pendek (short pulse) apabila denyut tidak mampu mengisi ruangan di bawah tiga jari yang
digunakan untuk memeriksa dan biasanya terasa hanya pada satu posisi jari
saja.Denyut ini seringkali menunjukkan kekurangan Chi.
Denyut
nadi panjang (long pulse) adalah lawan dari denyut nadi pendek. Denyut ini terasa pada posisi bagian
pertama dan bagian ketiga; di mana hal itu, apabila terjadi terus-menerus dan
terasa makin dekat dengan tangan atau akan naik ke siku. Apabila denyut ini
mempunyai kecepatan dan kekuatan normal, maka hal ini menunjukkan bahwa pasien
sehat. Akan tetapi jika disertai dengan denyut nadi liat dan denyut nadi ketat
maka menunjukkan kondisi kelebihan.
Irama Denyut Nadi
Istilah irama
digunakan untuk menjelaskan bahwa denyut nadi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
bagian pertama adalah tarik nafas dan buang nafas yang pertama kali, bagian
kedua adalah tarik nafas dan buang nafas yang kedua kali dan bagian ketiga
adalah tarik nafas dan buang nafas yang ketiga kali.
Denyut nadi
tersimpul (knotted pulse) adalah lambat, denyut tidak teratur dan ketukannya terputus-putus. Denyut
ini menunjukkan bahwa dingin menghambat chi dan darah, yang mungkin memberi
indikasi kekurangan chi, kurang darah, atau Jing. Denyut ini seringkali menunjuk
bahwa jantung tidak mampu mengatur darah dengan baik, dan makin banyak
interupsi pada irama, menunjuk makin parah kondisi.
Denyut
nadi terburu-buru (hurried pulse) adalah denyut cepat dengan irama yang meloncat-loncat tidak teratur. Hal
ini merupakan pertanda bahwa panas menyerang chi dan darah.
Denyut
terputus-putus (intermittent pulse) biasanya mempunyai irama meloncat lebih dari dua kali denyut, tetapi
mempunyai pola tetap dan diasosiasikan dengan organ jantung, yang mengalami
ketidakharmonisan, atau dapat juga menunjukkan organ-organ lain yang terlalu
lelah.
Denyut nadi tersimpul, denyut nadi terburu-buru dan denyut nadi
terputus-putus seringkali terkait dengan jenis kelamin, dan dalam banyak kasus
tidak berhubungan dengan ketidak harmonisan dalam tubuh.
Denyut
nadi moderat (moderate pulse) adalah suatu denyut nadi yang bagus atau sempurna, kondisi badan sehat dan
terjadi keseimbangan yang sempurna - normal pada kedalaman, kecepatan, kekuatan
dan lebar denyut nadi. Kondisi ini sangat jarang terjadi, karena dalam banyak
hal, denyut nadi juga dipengaruh oleh faktor usia.
D. METODOLOGI
1. Suhu Tubuh
Praktikum mengenai suhu
tubuh dilakukan pada hari kamis tanggal 24 Maret 2011 di
Laboratorium Fisiologi UNJ.
·
Alat dan Bahan
Termometer aksila, Termometer oral, Jam, Tissue,
Alkohol 70 %, dan Air es
·
Cara Kerja
1. Pengukuran Suhu Tubuh pada aksila.
a.
Termometer
aksila disiapkan. Termometer dikeringkan dan dibersihkan sebelum digunakan. Air
raksa dalam thermometer diturunkan sampai di bawah garis terendah.
b. Termometer aksila dibersihkan dan
dikeringkan.
c. OP duduk dengan tenang. Termometer
diletakkan pada permukaan aksila dengan tangan OP disilangkan di dada. Biarkan
selama 5 menit, kemudian termometer diangkat dan dikeringkan dengan tissue.
Hasil pengukuran pada termometer dibaca dengan mata sejajar dan hasil
pengukurannya dicatat.
d.
Air raksa dalam termometer diturunkan kembali sampai
dibawah garis terendah.
e. OP melakukan aktivitas olahraga selama 10
menit.
f. Termometer aksila dibersihkan dan
dikeringkan.
2.
Pengukuran
Suhu Tubuh pada oral.
a.
Termometer
oral disiapkan. Termometer dikeringkan dan dibersihkan sebelum digunakan dan
air raksa dalam thermometer diturunkan sampai dibawah garis terendah.
b. OP duduk dengan tenang, sambil bernapas
seperti biasa tetapi mulut dalam keadaan tertutup. Termometer diletakkan di
bawah lidah dan mulut dalam keadaan tertutup dan dibiarkan selama 5 menit,
kemudian termometer diangkat dan dikeringkan dengan tissue. Hasil pengukuran
dibaca dan dicatat.
c. OP duduk dengan tenang sambil bernapas
dengan mulut dalam keadaan terbuka selama 2 menit. Termometer diletakkan di
bawah lidah dan mulut dalam keadaan tertutup. Termometer dibiarkan selama 5
menit kemudian diangkat dan dikeringkan. Hasil pengukuran dibaca dan dicatat.
d. Pengukuran dilanjutkan sampai 10 menit,
hasil pengukuran dibaca dan dicatat.
e. OP duduk dengan tenang sambil berkumur
dengan air es selama 1 menit. Termometer diletakkan di bawah lidah dan mulut
dalam keadaan tertutup. Termometer dibiarkan selama 5 menit kemudian diangkat dan
dikeringkan.
Pengukuran
dilanjutkan sampai 10 menit, kemudian termometer diangkat dan dikeringkan.
Hasil pengukuran dibaca dan dicatat.
2. Berat Badan dan Tinggi Badan
Praktikum mengenai berat
badan dan tinggi badan dilakukan pada hari kamis tanggal 24 Maret 2011 di Laboratorium Fisiologi UNJ.
·
Alat
:
Timbangan
berat badan, alat pengukur tinggi dengan skala centi meter (cm)
·
Cara
kerja
Ø
Mengukur
berat badan
·
Menyiapkan alat penimbang dan lakukan kalibrasi
·
Menanggalkan semua benda yang mungkin menambah berat
badan OP
·
OP berdiri sesuai dengan posisi tubuh normal di atas
timbangan, ukur dan catat hasil pengukuran.
Ø
Mengukur
tinggi badan
·
Menyiapkan alat pengukur tinggi badan dan lakukan
kalibrasi
·
Tanpa menggunakan alas kaki, OP berdiri tegak dengan
pandangan lurus ke depan serta tangan disamping
·
Mengukur jarak antara telapak kaki dengan bagian
atas kepala. Dan mengusahakan garis jarak sejajar dengan poros tubuh
·
Mencatat hasil pengukuran
Ø
Mengukur
berat badan ideal dan Indeks Massa Tubuh
a.
Berat badan
ideal = TB – 110 (± 10%)
b.
Indeks Massa Tubuh = Berat badan (kg)
Tinggi
badan2(m)
3. Denyut Nadi
Praktikum mengenai denyut nadi
dilakukan pada hari kamis tanggal 24 Maret 2011 di Laboratorium Fisiologi UNJ. Alat yang digunakan adalah
penghitung waktu yaitu dapat berupa jam. Praktikum ini dilakukan terhadap b
objek penelitian (OP).
Langkah kerja yang dilakukan adalah meminta OP
untuk duduk dengan tenang. Kemudian memegang pergelangan tangan OP untuk
menentukan letak arteri radialis dengan tepat. Untuk meraba arteri digunakan
dua atau tiga jari tangan selain jempol dan kelingking. Menekan dengan lembut hingga jari kita dapat
merasakan denyut nadi. Selama pengukuran, beberapa karakteristik denyut nadi
seperti kecepatan denyut nadi per menit, keteraturan irama denyut dan kekuatan
denyut harus diperhatikan. Latihan diulangi sampai diperoleh hasil yang sama, dan
hasil pengukuran dicatat. Lalu meminta OP untuk berolahraga selama 10 menit dan
selanjutnya melakukan pengukuran denyut nadi dengan cara yang sama seperti
diatas untuk mendapatkan data denyut nadi setelah beraktivitas.
E. HASIL
1. Suhu Tubuh
Tabel
Hasil Percobaan Pengukuran Suhu Tubuh
No
|
Nama OP
|
Usia
|
Jenis Kelamin
|
Suhu Aksial (0C)
|
Suhu Oral (0C)
|
|||||
Istirahat
|
Aktivitas
|
Mulut Tertutup
|
Mulut Buka
|
Kumur Air Es
|
||||||
5'
|
10'
|
5'
|
10'
|
|||||||
1
|
Regina
|
20
|
P
|
36.45
|
36.1
|
|
|
|
|
|
2
|
Ratih
|
20
|
P
|
37.3
|
37.1
|
37.1
|
36.9
|
36.7
|
36.5
|
36.8
|
3
|
Dewi
|
19
|
P
|
37.3
|
37.2
|
37.1
|
37.0
|
36.9
|
36.5
|
36.0
|
4
|
Noor
|
19
|
L
|
36.9
|
37.3
|
|
|
|
|
|
5
|
Novia
|
20
|
P
|
37.1
|
37.2
|
37.2
|
36.7
|
37.2
|
36.9
|
37.1
|
6
|
Stephani
|
21
|
P
|
37.3
|
37.15
|
|
|
|
|
|
7
|
Anis
|
19
|
P
|
36.8
|
37.3
|
|
|
|
|
|
8
|
Melva
|
20
|
P
|
37.5
|
37.2
|
|
|
|
|
|
2. Berat Badan dan Tinggi Badan
Tabel 2.
Nilai Berat Badan dan BMI dari 8 OP
No.
|
Nama OP
|
Usia
|
Jenis Kelamin
|
Berat Badan (kg)
|
Tinggi Badan (cm)
|
BB Ideal (kg)
|
BMI (kg/m2)
|
Keterangan
|
1.
|
Lia
|
21
|
♀
|
42
|
152
|
38,07-46,53
|
18,1
|
Di bawah normal
|
2.
|
Siti Jumroh
|
21
|
♀
|
57,5
|
162
|
35,8-68,2
|
21,9
|
Normal
|
3.
|
Yulia
|
20
|
♀
|
46
|
158,5
|
43,7-53,3
|
18,3
|
Di bawah normal
|
4.
|
Riski
|
20
|
♀
|
57
|
162,3
|
47,07-57,55
|
21,64
|
Normal
|
5.
|
Afani
|
21
|
♀
|
46
|
163
|
47,7-58,3
|
17,313
|
Di bawah normal
|
6.
|
Rani Dwi
|
20
|
♀
|
66
|
158,4
|
43,56-53,24
|
26,29
|
Di atas normal
|
7.
|
Anis
|
19
|
♀
|
48
|
155,5
|
40-51
|
19,85
|
Normal
|
8.
|
Siti Hadianti
|
20
|
♀
|
52
|
164
|
48,6-59,4
|
19,3
|
Normal
|
3. Denyut Nadi
Tabel 3. Hasil pengukuran denyut nadi
NO
|
NAMA OP
|
USIA
|
JENIS KELAMIN
|
DENYUT NADI
|
|||||
KECEPATAN
|
IRAMA
|
KEKUATAN
|
|||||||
ISTIRAHAT
|
AKTIVITAS
|
ISTIRAHAT
|
AKTIVITAS
|
ISTIRAHAT
|
AKTIVITAS
|
||||
1
|
Dwi Atri H.U.H
|
21
|
P
|
81
|
101
|
Teratur
|
Tidak Teratur
|
Normal
|
Lebih Kuat
|
2
|
Rosid Marwanto
|
20
|
L
|
74
|
98
|
Teratur
|
Tidak Teratur
|
Lemah
|
Kuat
|
3
|
Dwi Lusi R.
|
21
|
P
|
83
|
118
|
Teratur
|
Lebih Cepat
|
Kuat
|
Lebih Kuat
|
4
|
Noor Andryan I
|
19
|
L
|
54
|
68
|
Teratur
|
Teratur
|
Normal
|
Kuat
|
5
|
Sintia Sundari
|
20
|
P
|
82
|
110
|
Teratur
|
Cepat
|
Normal
|
Kuat
|
6
|
Veny
Wurtaningrum
|
21
|
P
|
90
|
126
|
Teratur
|
Cepat
|
Kuat
|
Sangat Kuat
|
7
|
Anis Rahmawati
|
19
|
P
|
87
|
137
|
Teratur
|
Cepat
|
Kuat
|
Sangat Kuat
|
8
|
Yunita
Kurniasih
|
20
|
P
|
107
|
141
|
Teratur
|
Cepat
|
Normal
|
Sangat Kuat
|
F. PEMBAHASAN
1. Suhu Tubuh
Pada praktikum kali ini, diperoleh hasil bahwa setiap OP (objek
penelitian) memiliki suhu tubuh yang
berbeda-beda. Pada praktikum ini, suhu tubuh OP diukur melalui aksila dan oral.
Dari hasil, terlihat bahwa setiap OP memiliki suhu aksila pada waktu istirahat
yang berbeda-beda. Rata-rata suhu tubuh kedelapan OP pada saat istirahat
adalah 37.080C dan rata-rata suhu tubuh kedelapan OP pada saat
aktivitas adalah 37.060C. Ini disebabkan oleh banyak faktor diantaranya kondisi kesehatan, keadaan
emosi, usia, jenis kelamin dan pakaian
yang berbeda-beda pada setiap OP. Ada satu OP berjenis kelamin laki-laki, mereka mengenakan
pakaian kemeja dan celana panjang, sedangkan tujuh OP yang berjenis kelamin perempuan mengenakan
jilbab, baju panjang, dan rok panjang.
Setelah OP
melakukan aktivitas selama 10 menit, suhu tubuh OP meningkat, ini terjadi
karena selama beraktivitas panas yang dihasilkan oleh kontraksi otot
berakumulasi dalam tubuh. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh
ketidakmampuan mekanisme pembuangan panas untuk mengatasi pembentukan panas
yang sangat besar. Selain itu terdapat bukti bahwa pada saat beraktivitas
terjadi peningkatan suhu saat mekanisme pembuangan panas diaktifkan.
Pada Praktikum pengukuran suhu tubuh pada aksila
didapatkan hasil yang berjenis kelamin laki-laki dengan usia19 tahun, suhu aksila pada saat aktivitas yaitu 37.3 oC.
OP yang berusia 20 tahun, rata-rata suhu aksila pada saat aktivitas yaitu 37,06oC, hasil tersebut berdasarkan
rata-rata dari satu OP berjenis kelamin laki-laki (Noor) dan OP yang berjenis
kelamin perempuan dengan usia 20 tahun, suhu aksila pada saat aktivitas yaitu 37.06 oC.
Suhu aksila OP saat melakukan aktivitas, rata-rata OP
mengalami kenaikan suhu dibandingkan saat istirahat. Setelah dilakukan
penelitian, ternyata aktivitas yang ia lakukan tidaklah terlalu besar sehingga
proses yang berjalan kecil dan ia melakukan aktivitas di dekat AC yang suhunya
rendah. Hal ini juga dipengaruhi oleh baju yang ia gunakan, baju yang ia
gunakan longgar dan berwarna cerah sehingga penyerapan panas menjadi sukar
terjadi (Sherwood, 2001).
Pada manusia, nilai normal tradisional untuk suhu oral
adalah 37˚C (98,6˚C), tetapi pada sejumlah besar orang-orang muda normal, suhu
mulut pagi hari rata-rata adalah 36,7˚C dengan simpang baku 0,2˚C. Dengan
demikian, 95% orang dewasa muda diperkirakan memiliki suhu mulut pagi hari
sebesar 36,3-37,1˚C (97,3-98,8˚F) (rata-rata ±1.96 simpang baku) (Ganong,
2008). Beberapa faktor dapat mempengaruhi suhu mulut, misalnya minuman panas
atau dingin, merokok, bernapas dengan mulut terbuka, dan suhu lingkungan
(Hooker dan Houston,1996). Pengukuran
suhu pada oral dengan 3 perlakuan, yaitu mulut tertutup, mulut terbuka dan
berkumur dengan air es. Pada perlakuan pertama, yaitu mulut tertutup, kelima OP memiliki suhu tubuh yang hampir sama.
Perlakuan kedua, yaitu dengan membuka
mulut dari 3 OP data yang
didapat 3 OP mengalami penurunan suhu tubuh. Pada ketiga OP ini, yaitu Ratih,
Dewi dan Novia mengalami penurunan suhu. Pada kondisi OP bernapas melalui mulut didapatkan
hasil suhu oral o.p menjadi lebih rendah. Hal ini disebabkan karena terjadi
pertukaran panas tubuh dengan lingkungan secara konveksi, yaitu tubuh kehilangan panas melalui konduksi ke udara
sekeliling yang lebih dingin. Udara yang berkontak dengan tubuh melalui mulut
menjadi lebih hangat dan karenanya menjadi lebih ringan dibanding udara dingin.
Udara yang lebih hangat ini bergerak ke atas dan digantikan dengan udara yang
lebih dingin.
Pada
kondisi OP berkumur dengan air es didapatkan hasil suhu oral OP juga menjadi
lebih rendah. Hal ini disebabkan terjadi pertukaran panas tubuh secara konduksi, yaitu perpindahan panas tubuh
dengan benda (dalam hal ini air es) yang berbeda suhunya karena terjadi kontak
secara langsung. Sewaktu berkumur dengan air es, tubuh kehilangan panasnya
karena panas dipindahkan secara langsung ke air es yang suhunya lebih rendah.
Kemudian suhu oral, yang lebih rendah, yang diukur merupakan suhu
kesetimbangan. Ini artinya apabila suhu lingkungan dingin, maka tubuh akan memproduksi
panas yang berasal posterior hipotalamus (Ganong, 2008). Pada pengukuran
suhu oral hanya dilakukan masing-masing OP satu kali percobaan karena menggunakan
termometer digital.
2. Berat Badan dan Tinggi Badan
Pada
percobaan ini, kami melakukan pengukuran berat badan dengan menggunakan
timbangan berat badan dengan skala kilogram (kg) diukur dengan melepaskan segala atribut yang
dapat berpengaruh terhadap pengukuran, sedangkan untuk pengukuran tinggi badan kami menggunakan alat pengukur
tinggi dengan skala centi meter (cm) diukur dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan kondisi badan tegak. Pengukuran ini akan menunjukkan
keseimbangan antara kalori yang tersedia dengan pengeluaran energi, massa otot,
lemak tubuh dan penyimpanan protein. Menurut Guyton (1995), masukan makanan
harus selalu cukup untuk mensuplai kebutuhan metabolisme tubuh dan tidak cukup
menimbulkan obesitas. Juga, karena berbagai makanan mengandung berbagai bagian
protein, karbohidrat, dan lemak, keseimbangan yang sesuai harus dipertahankan
antara berbagai jenis makanan tersebut sehingga semua segmen sistem meabolisme
tubuh dapat disuplai dengan bahan yang dibutuhkan.
Setelah
melakukan pengukuran terhadap 8 orang OP berjenis kelamin perempuan dengan usia
19-21 tahun., diperoleh hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan yang
berbeda-beda dari setiap OP. Perbedaan itu dikarenakan setiap OP memiliki
aktivitas, usia, nutrisi yang dimakan dan kecepatan metabolisme dakam tubuh
yang berbeda-beda. Faktor utama yang mempengaruhi kecepatan metabolisme
mencakup ukuran tubuh, umur, seks, iklim yang mencakup derajat panas, jenis
pakaian yang dipakai, dan jenis pekerjaan.
Dari data
berat badan dan tinggi badan, kemudian dilakukan pengukuran berat badan ideal
dan Indeks Massa Tubuh atau Body Mass Index (BMI). Dengan menghitung BMI
maka akan terlihat kesesuaian antara berat badan dengan tinggi badan setiap OP.
Jika nilai BMI sudah didapat, hasilnya dibandingkan dengan ketentuan berikut
:
Nilai BMI < 18,5 = Berat
badan di bawah normal
Nilai BMI 18,5 - 22,9 = Normal
Nilai BMI 23,0 - 24,9 = Normal Tinggi
Nilai BMI 25,0 - 29,9 = di atas normal
Nilai BMI
≥ 30,0 = Obesitas
Dari Tabel 2 dapat terlihat bahwa nilai berat ideal dari kedelapan OP
terendah pada 35,8 kg dan tertinggi pada 68,2 kg. Sedangkan nilai BMI yang ada
adalah terendah pada Afani yaitu 17,313 kg/m2 dan tertinggi pada
Rani Dwi yaitu 26,29 kg/m2.
Dari kedelapan OP hanya 4 orang yang memiliki berat badan dan BMI normal
yaitu Siti Jumroh (21,9 kg/m2), Riski (21,64 kg/m2), Anis
(19,85 kg/m2) dan Siti Hadianti (19,3 kg/m2), hal itu
berarti berat badan dan tinggi badan ketiga OP tersebut sesuai/ideal.
Sedangkan terdapat juga OP yang memiliki BMI di bawah normal yaitu Lia
(18,1 kg/m2), Yulia (18,3 kg/m2), dan Afani (17,313 kg/m2).
Hal ini menunjukkan bahwa status gizi ketiga OP tersebut adalah kurus tingkat
ringan. OP dianjurkan untuk menaikkan berat badan sampai menjadi normal sampai
nilai interval pada BMI masing-masing.
Nilai BMI OP yang lebih rendah dari standar nilai IBM dapat disebabkan
konsumsi energi lebih rendah dari kebutuhan yang mengakibatkan sebagian
cadangan energi tubuh dalam bentuk lemak akan digunakan. Mempertahankan berat
badan normal bisa diwujudkan dengan mengkonsumsi energi sesuai dengan jumlah
yang dibutuhkan tubuh, sehingga tidak terjadi penimbunan energi dalam bentuk
lemak, maupun penggunaan lemak sebagai sumber energi.
Selain itu terdapat pula satu OP yang memiliki BMI di atas normal yaitu
Rani Dwi (26,29 kg/m2) yang berarti OP memiliki risiko masalah
kesehatan, salah satunya yaitu risiko mengalami obesitas. Obesitas adalah
kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang
berlebihan. Seseorang yang lemaknya banyak tertimbun di perut mungkin akan
lebih mudah mengalami berbagai masalah kesehatan yang berhubungan dengan
obesitas. Mereka memiliki resiko yang lebih tinggi. Terjadinya obesitas dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti, faktor genetik.
Dalam
sebuah referensi dikatakan bahwa terdapat penelitian
terbaru yang menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh
sebesar 33% terhadap berat badan seseorang. Faktor lingkungan seseorang juga
memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya
hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta
bagaimana aktivitasnya). Selain itu, faktor psikis yaitu apa yang
ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya. Banyak
orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah satu bentuk
gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif.
Obesitas
digolongkan menjadi 3 kelompok:
-
Obesitas
ringan : kelebihan berat badan 20-40%
-
Obesitas
sedang : kelebihan berat badan 41-100%
-
Obesitas
berat : kelebihan berat badan >100% (Obesitas berat ditemukan sebanyak
5% dari antara orang-orang yang gemuk).
Resiko
kesehatan yang berhubungan dengan obesitas akan meningkat sejalan dengan
meningkatnya angka BMI :
·
Resiko rendah : BMI < 27
·
Resiko menengah : BMI 27-30
·
Resiko tinggi : BMI 30-35
·
Resiko sangat tinggi : BMI 35-40
·
Resiko
sangat sangat tinggi : BMI 40 atau lebih.
Berbagai
penelitian memperlihatkan bahwa, secara rata-rata, orang yang gemuk tidak makan
lebih banyak daripada orang kurus. Salah satu penjelasan yang mungkin
adalah bahwa orang yang kegemukan tidak makan berlebihan, tetapi ”kurang
bergerak”. Penelitian-penelitian memperlihatkan bahwa tingkat aktivitas fisik
yang sangat rendah tidak disertai oleh penurunan pemasukan makanan yang setara.
Penjelasan lain adalah bahwa kelebihan pemasukan makanan energi terjadi hanya
ketika kegemukan sedang berlangsung (Sherwood, 2001).
Faktor lain
yang menyebabkan perbedaan berat badan dan tingi badan yaitu perbedaan asupan
makanan dan gizinya. Masing-masing OP mungkin memiliki asupan gizi dan
kebutuhan nutrisi sehari-hari yang berbeda. Kondisi yang mempengaruhi kebutuhan
gizi sehari-hari diantaranya bobot badan, tinggi badan, jenis kelamin, usia
serta aktivitas, perlu juga diperhatikan apakah seseorang sedang menderita penyakit.
Selain itu pula faktor genetic bias menjadi penentu perbedaan berat badan dan
tinggi badan.
3. Denyut Nadi
Dari tabel hasil pengukuran denyut nadi di atas
ternyata setiap OP memiliki kecepatan, irama, dan kekuatan yang berbeda. Cara
pengukuran denyut nadi dengan merasakan denyutan yang terjadi pada arteri
radialis di pergelangan tangan dengan menggunakan jari telunjuk dan jari
tengah selama satu menit. Pengukuran
dengan cara ini tidak menggunakan jari kelingking dan ibu jari karena
pada ibu jari dan kelingking terdapat perpanjangan arteri sehingga jika kita
melakukan pengukuran dengan
ibu jari atau kelingking tidak akurat, bisa saja denyutan yang terasa pada ibu
jari atau kelingking berasal dari ibu jari dan kelingking tersebut bukan dari arteri radialis.
Pada
pengukuran denyut nadi dalam kondisi istirahat, OP diminta untuk duduk
dengan tenang, tujuannya adalah agar OP pada saat diukur denyut nadinya
benar-benar dalam keadan istirahat total. Secara
umum dari hasil pengukuran kecepatan denyut nadi istirahat dapat dikelompokan
menjadi 3 kelompok yaitu:
1.
Kecepatan rendah (54-71) terdiri dari satu OP yaitu
Noor Andryan I.
2. Kecepatan sedang (72-89) terdiri dari lima
OP yaitu Dwi Atri H.U.H, Rosid Marwanto, Dwi Lusi R., Sintia Sundari,
dan Anis Rahmawati.
3. Kecepatan tinggi (90-107) terdiri dari dua
OP yaitu Veny Wuryaningrum dan Yunita kurniasih.
Pada
pengukuran kecepatan denyut nadi setelah beraktivitas lari selama 10 menit
secara umum dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok yaitu:
1. Kecepatan rendah (68-92) terdiri dari satu
OP yaitu Noor Andryan I.
2. Kecepatan sedang (93-117) terdiri dari
tiga OP yaitu Dwi Atri H.U.H, Rosid Marwanto, dan Sintia Sundari.
3. Kecepatan tinggi (118-142) terdiri dari
empat OP yaitu Dwi Lusi R,.Veny Wurtaningrum, Anis Rahmawati dan Yunita kurniasih.
Kecepatan
denyut nadi paling rendah baik sebelum maupun sesudah beraktivitas lari selama
10 menit adalah Noor Andryan I. Sedangkan kenaikan denyut nadi tertinggi
terjadi pada Anis Rahmawati, kecepatan denyut nadi istirahat hanya 87, tetapi
setelah melakukan aktivitas berlari kecepatan denyut nadinya mencapai 137.
Namun denyut nadi paling cepat adalah Yunita kurniasih yang mencapai 141, hal
ini dapat terjadi karena OP tersebut kemungkinan tidak terbiasa untuk melakukan
banyak kerja dengan beban fisik yang besar, sehingga ketika OP tersebut
melakukan aktivitas lari selama 10 menit, tubuh merasa kerja berat, dan
kecepatan denyut nadinya semakin tinggi. Dari data di atas juga diketahui bahwa
OP laki-laki memiliki kecepatan denyut jantung yang lebih rendah, karena secara
umum laki-laki lebih terbiasa melakukan aktivitas yang melibatkan fisik.
Sedangkan
untuk irama denyut nadi istirahat semua OP teratur, teratur di sini maksudnya adalah
iramanya konstan (stabil, tidak berubah-ubah). Setelah melakukan aktivitas irama denyut nadi
berubah mengalami peningkatan, tetapi hal tersebut tidak terjadi pada satu OP
yaitu Noor Andryan I, hal ini terjadi karena OP tersebut sering melakukan
olahraga, sehingga aktivitas olahraga berupa lari selama 10 menit sebelum
melakukan percobaan tidak mempengaruhi irama denyut nadi, karena fisiologi
tubuhnya sudah beradaptasi dengan kebiasaan aktivitasnya berolahraga, sedangkan
pada OP yang lain terjadi perubahan irama denyut nadi karena reaksi fisiologi
dalam tubuh akibat aktivitas lari selama 10 menit.
Pada
saat beraktivitas terjadi peningkatan metabolisme sel-sel otot, sehingga aliran
darah meningkat untuk memindahkan zat-zat makanan dari darah yang dibutuhkan
jaringan otot sehingga curah jantung akan meningkat untuk mensuplai kebutuhan
zat makanan melalui peningkatan aliran darah. Peningkatan curah jantung akan
meningkatkan frekuensi denyut jantung yang akan meningkatkan denyut nadi pada
akhirnya.
Kekuatan
denyut nadi pada semua OP terjadi peningkatan, karena setiap OP diamati oleh
pengamat yang berbeda, sehingga hasil pengamatan tersebut lebih bersifat subjektif,
tidak seperti pengukuran kecepatan denyut nadi yang lebih objektif. Peningkatan
kekuatan denyut nadi tersebut karena kecepatan aliran darah dalam tubuh juga
meningkat.
Perbedaan kecepatan denyut nadi baik saat istirahat
maupun setelah beraktivitas dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya: usia, jenis kelamin, aktivitas atau
pekerjaan, makanan, obat-obatan, dan kondisi emosional. Faktor lain yang
meyebabkan perbedaan frekuensi denyut nadi
dalam praktikum dapat diakibatkan kesalahan dan ketidaktelitian
pengukuran pada saat praktikum.
G. KESIMPULAN
1. Suhu Tubuh
Berdasarkan tujuan praktikum dan pembahasan, dapat
disimpulkan bahwa ;
1.
Tempat
pengukuran suhu tubuh ada di aksila dan oral (mulut).
2.
Suhu tubuh
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti aktivitas, suhu lingkungan, keadaan
emosi, usia, jeni kelamin, kondisi kesehatan, dan pakaian.
3.
Cara mengukur
suhu tubuh adalah dengan menggunakan thermometer.
4.
Rata-rata suhu
tubuh di aksila saat keenam OP tidak melakukan aktivitas
adalah 37.060C
dan yang istirahat 37.080C.
5.
Rata-rata suhu
tubuh di oral saat mulut kedelapan OP tertutup adalah 37.10C.
6.
Cara mengukur suhu
tubuh haruslah secara benar, yaitu dengan menurunkan air raksa pada thermometer
terlebih dahulu kemudian mengeringkannya dan menaruh pada bagian yang akan
diukur (aksila maupun oral) dan memberi perlakuan serta waktu sesuai dengan
penelitian yang akan diujikan (istirahat, aktivitas, berkumur air es, dll). Dan
jangan lupa melihat suhu dengan mata sejajar dengan thermometer. Kesalahan
dalam praktikum dapat terjadi apabila OP tidak mengikuti langkah kerja dengan
baik.
2. Berat Badan dan Tinggi Badan
1.
Pengukuran berat badan dapat dilakukan dengan
menggunakan timbangan berat badan berskala kilogram (kg) diukur dengan
melepaskan segala atribut yang dapat berpengaruh terhadap pengukuran, sedangkan
untuk pengukuran tinggi badan dilakukan dengan alat pengukur tinggi berskala
centi meter (cm) diukur dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan kondisi
badan tegak.
2.
Berat badan OP terkecil adalah Lia yaitu 42 kg,
sedangkan berat badan terbesar adalah Rani yaitu 66 kg, rata-rata berat badan
OP adalah 51,8125 kg. Tinggi badan terendah adalah Lia yaitu 152 cm, sedangkan
tinggi badan tertinggi adalah siti hadianti yaitu 164 cm, rata-rata tinggi
badan OP adalah 159,4625 cm
3.
Nilai Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index) dari ke delapan OP berbeda-beda dengan BMI terendah pada Afani yaitu 17,313 kg/m2
dan tertinggi pada Rani Dwi yaitu 26,29 kg/m2.
3. Denyut Nadi
1. Tempat pengukuran denyut nadi yaitu pada arteri
radialis di pergelangan tangan.
2. Irama dan kekuatan denyut nadi lebih
teratur saat istirahat.
3. Cara mengukur denyut nadi dengan merasakan
denyutan yang terjadi pada arteri radialis di pergelangan tangan dengan
menggunakan jari telunjuk dan jari tengah.
4. Faktor yang mempengaruhi denyut nadi yaitu
jenis kelamin dan kebiasaan beraktivitas.
5. Denyut nadi istirahat terendah adalah 54
pada OP Noor Andryan I, sedangkan denyut nadi tertinggi setelah beraktivitas
lari selama 10 menit adalah 141 pada OP Yunita Kurniasih.
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, William F. 1999. Buku Ajar Fisiologi kedokteran. Jakarta:
EGC.
Ganong, William F. 2001. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan.
Bandung : PT. Rineka Cipta.
Lauralee, Sherwood. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.
Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustak Utama.
Sherwood, Lauralee. 1996. Fisiologi Manusia. Jakarta: ECG.
Suripto. 2010. Fisiologi
Hewan. Bandung : Penerbit ITB.\
Tidak ada komentar:
Posting Komentar